"Pertama adalah adanya kelompok-kelompok Cyber society, ini yang mau menampung dan memberikan informasi kepada masyarakat tentang persiapan pilkada ini," kata Reza.
Kedua, adanya kemampuan masyarakat untuk melakukan proses kegiatan. Dan yang terakhir, adanya masyarakat yang mampu mengadakan kegiatan dan mampu melaksanakannya.
Baca Juga:
Bawaslu Beber Alasan Video Prabowo Kampanyekan Luthfi-Yasin Tak Langgar Aturan
Menurutnya, indikator yang pertama itu merupakan ormas atau semua kelompok organisasi Okp dan sebagainya yang merupakan perwakilan masyarakat.
"Nah harusnya sama media sesama bersama kelompok-kelompok sosial masyarakat itu, KPU berkolaborasi untuk bisa meningkatkan kemampuan masyarakat dalam melaksanakan proses Pilkada," ujar Reza.
Agar nantinya, kata Reza masyarakat mengadakan proses-proses sosialisasi atau tutorial di rumah-rumahnya.
Baca Juga:
Ketua Bawaslu: Seharusnya Pemilu dan Pilkada Dipisah Tak Digelar Dalam Satu Tahun
"Menurut saya ini kan menjadi Ironi ketika bertanya ke istri saja atau bahkan atau anak-anak kuliah soal proses tahap atau pelaksanaan pilkada, karena banyak yang bertanya ‘iraha kitu mang,’
Berarti ada yang salah, atau ada yang belum jalan maka buka lagi," ungkapnya.
Untuk itu, Reza menyarankan agar KPU kembali membuka pentahelix tentang siapa saja sih yang harus dilibatkan dalam perumusan membangun kota.
Jika berkaca pada Pemilu 2024 kemarin, kata Reza, partispasi masyarakat memang meningkat. Namun, menurutnya tetap saja ambang batas nasional harus di 1%.