Disampaikan Usman, sesuai arahan Menkominfo, Kementerian Kominfo akan melibatkan Task Force Media Sustainability dan publik jika proses penyusunan aturan ini berlanjut ke tahapan berikutnya.
"Jika PP misalnya, nanti masyarakat jadi tahu seperti apa, pasti akan melibatkan publik lebih banyak lagi dan yang menjadi inisiator itu adalah Kominfo sebagai leading sector. Jika dalam bentuk Perpres maka sepenuhnya hak Setneg bersama Presiden. Nanti saat penyusunan, harmonisasi, sinkronisasi dan seterusnya sesuai prosedur, ini juga harus kita sampaikan kepada publik supaya tahu," pungkasnya.
Baca Juga:
Viral Penggerebekan Ruang Staf Khusus Mantan Menkominfo, Uang Bertumpuk
Dalam penyerahan naskah akademik publisher rights tersebut disaksikan pula Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S. Depari, Pemimpin Harian Kompas Ninuk Mardiana Pambudy, Direktur & Corporate Secretary VIVA Neil F. Tobing, Pemimpin Redaksi Majalah SWA Kemal Effendi Gani, serta Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Agung Suprio.
Mencakup isu Penting
Baca Juga:
Indonesian Audit Watch (IAW) Minta BPK Lakukan Audit Menyeluruh Terhadap Kominfo Jelang Akhir Jabatan Jokowi
Usma mengatakan regulasi hak penerbit mencakup beberapa isu penting, salah satunya soal perubahan algoritma yang dilakukan media global bahkan tanpa diketahui oleh media nasional di Indonesia.
“Itu (algoritma) harus diberitahukan kepada kita (media-media nasional), supaya tahu selama ini kan tiba-tiba algoritma berubah begitu saja padahal penting ya, sekarang algoritma is the king, begitu katanya. Nah, itu beberapa hal yang dibahas di dalam regulasi PP atau Perpres,” ujar Usman.
Isu lainnya yaitu tentang negosiasi antara platform di Tanah Air dengan perusahaan teknologi global terkait seperti Facebook dan Google. Platform tersebut bisa saja diizinkan mengambil konten dari platform di Indonesia, namun dengan biaya tertentu misalnya.