Jabar.WahanaNews.co | Pemerintah sedang menyiapkan regulasi hak penerbit (publisher rights) yang akan melindungi perusahaan media.
Regulasi terinspirasi dari Undang-undang (UU) "News Media Bergaining Code Law" yang diterbitkan pemerintah Australia.
Baca Juga:
Viral Penggerebekan Ruang Staf Khusus Mantan Menkominfo, Uang Bertumpuk
Hal itu dikatakan oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Kominfo, Usman Kansong, yang menyebut bahwa Australia adalah contoh negara yang memberlakukan regulasi hak penerbit. Undang-undang itu bertujuan untuk mendorong perusahaan teknologi raksasa, seperti Google dan Facebook agar mau bernegosiasi dengan perusahaan media untuk membayar konten berita.
Menurut Usman, dengan adanya regulasi itu, penghasilan media di negara tersebut naik sekitar 30 persen.
“Dengan adanya aturan semacam ini, platform global juga bertanggung jawab, tetapi kan judul regulasinya itu namanya ‘Tanggung Jawab Platform Global untuk Menciptakan Jurnalisme Berkualitas’," papar Usman.
Baca Juga:
Indonesian Audit Watch (IAW) Minta BPK Lakukan Audit Menyeluruh Terhadap Kominfo Jelang Akhir Jabatan Jokowi
"Tanggung jawab platform itu ada dua, secara ekonomi dia mau menghargai copyrights atau hak cipta media nasional. Kedua, tanggung jawab juga untuk membentuk jurnalisme berkualitas,” kata dia.
Selain itu, pengaturan hak penerbit atau publisher rights ini juga mencakup isu terkait perubahan data, yakni perubahan algoritma yang dilakukan oleh media-media global.
Penyerahan Naskah Akademik Publisher Rights
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate menerima naskah akademik terkait regulasi hak penerbit dari Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers Agus Sudibyo.
Naskah akademik ini akan menjadi dasar usulan payung hukum mengenai hak penerbit yang akan diajukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Usman menyebutkan penyusunan naskah akademik merupakan satu tahapan untuk meningkatkan status draft yang telah diserahkan pada Oktober 2021.
Dengan ini, artinya selangkah lebih maju mewujudkan pengaturan publisher rights.
Selanjutnya, menurut Dirjen Usman Kansong, Menkominfo akan bersurat kepada Kementerian Sekretariat Negara (Setneg) dengan melampirkan naskah akademik regulasi hak penerbit.
Nantinya, Setneg akan memberikan semacam arahan, entah itu Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden.
"Dewan Pers menyerahkan secara resmi naskah akademik kepada Menkominfo dan ini juga kita publikasikan ke masyarakat bahwa ada tahapan yang lebih meningkat dari sebelumnya masih berupa draft. Ini kita sampaikan supaya publik tahu, aware, bahwa ada satu rancangan peraturan yang sedang diajukan secara bersama-sama Dewan Pers dan Kementerian Kominfo," jelasnya.
Disampaikan Usman, sesuai arahan Menkominfo, Kementerian Kominfo akan melibatkan Task Force Media Sustainability dan publik jika proses penyusunan aturan ini berlanjut ke tahapan berikutnya.
"Jika PP misalnya, nanti masyarakat jadi tahu seperti apa, pasti akan melibatkan publik lebih banyak lagi dan yang menjadi inisiator itu adalah Kominfo sebagai leading sector. Jika dalam bentuk Perpres maka sepenuhnya hak Setneg bersama Presiden. Nanti saat penyusunan, harmonisasi, sinkronisasi dan seterusnya sesuai prosedur, ini juga harus kita sampaikan kepada publik supaya tahu," pungkasnya.
Dalam penyerahan naskah akademik publisher rights tersebut disaksikan pula Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S. Depari, Pemimpin Harian Kompas Ninuk Mardiana Pambudy, Direktur & Corporate Secretary VIVA Neil F. Tobing, Pemimpin Redaksi Majalah SWA Kemal Effendi Gani, serta Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Agung Suprio.
Mencakup isu Penting
Usma mengatakan regulasi hak penerbit mencakup beberapa isu penting, salah satunya soal perubahan algoritma yang dilakukan media global bahkan tanpa diketahui oleh media nasional di Indonesia.
“Itu (algoritma) harus diberitahukan kepada kita (media-media nasional), supaya tahu selama ini kan tiba-tiba algoritma berubah begitu saja padahal penting ya, sekarang algoritma is the king, begitu katanya. Nah, itu beberapa hal yang dibahas di dalam regulasi PP atau Perpres,” ujar Usman.
Isu lainnya yaitu tentang negosiasi antara platform di Tanah Air dengan perusahaan teknologi global terkait seperti Facebook dan Google. Platform tersebut bisa saja diizinkan mengambil konten dari platform di Indonesia, namun dengan biaya tertentu misalnya.
“Boleh mengambil konten, tetapi sekian biayanya atau bayarnya, itu salah satu unsur yang dibahas di dalam rancangan peraturan. Tujuannya adalah untuk mencapai yang disebut jurnalisme berkualitas atau good journalism,” kata Usman.[gab]