"Waktu dulu zaman penjajahan itu orang ketika bayar pajak pada penjajah itu ya dia harus bayar dengan biji kopi," kata Rafindra.
Tanah yang dijadikan untuk menanam biji kopi itu disediakan pemerintah Belanda, sedangkan pribumi berkewajiban menanam bibit, membudidayakan, memanen hingga menyerahkan hasil panen kopi kepada mereka.
Baca Juga:
Harga Biji Kopi Robusta di Kabupaten Lampung Barat Alami Lonjakan
"Dia harus memiliki biji kopi tersebut. Jadi si penjajah menyediakan lahan, ditanam dan kita harus mengurus itu. Jadi setor ke penjajah," ujarnya.
Bukan tanpa alasan, biji kopi yang didapat dari pajak itu kemudian dijual ke luar negeri. Biji kopi Sukabumi menghasilkan citarasa khas hingga diminati mancanegara.
"Jadi dijual lagi ke luar negeri, mungkin dari segi tanah di kita subur banget, dengan cuaca yang sangat cocok, tingkat panasnya juga bagus. Nah itu bisa berpengaruh pada cita rasa si biji kopi tersebut," ucapnya.
Baca Juga:
Sebuah Rumah di Sukabumi Ambruk Akibat Longsor, 1 Orang Tertimbun Material
Rafindra mengatakan kopi Sukabumi sebagai alat bayar pajak memang tinggal cerita, tapi ia berharap cita biji kopi Sukabumi sebagai produk berkualitas terus dipertahankan.[zbr]