Demikian pula dengan seorang akademisi lainnya yang menulis artikel dengan mengulang-ulang propaganda Rusia kata demi kata. Bahwa invasi Rusia ke Ukraina hanya ‘operasi militer yang bertujuan untuk demiliterisasi dan de-Nazifikasi’. Hal itu sejalan dengan narasi resmi pemerintah Rusia.
“Narasi yang dibangun, presentasinya, sama persis dengan argumen pemerintah Rusia, bahwa tidak ada perang, yang ada itu hanyalah operasi militer. Logika dan kalimat yang digunakan sama persis,”
Baca Juga:
Pebalap Depok Bikin Merah Mutih Berkibar di Mandalika
Minim Informasi dan Literasi Digital Rendah
Aspek yang tak kalah penting membuat pandangan pro-invasi Rusia di Indonesia begitu kuat adalah tak banyak informasi yang dapat diakses oleh masyarakat. Hal itu dipicu oleh keterbatasan media untuk mengirimkan jurnalis ke lokasi konflik hingga menghasilkan berita yang kredibel.
Keadaan ini, kata dia, juga tak lepas dari rendahnya literasi digital masyarakat Indonesia. Informasi yang bias dan disinformasi menjadi hal berbahaya jika ditelan bulat-bulat.
Baca Juga:
Lebih Dekat dengan Lurah Pancoranmas, Mohammad Soleh: Dari Gowes, Sambangi Warga Bantaran Kali
“Literasi digital kita memang masih rendah, masyarakat kita tidak dibiasakan mengecek sumber informasi yang lebih dalam dan kredibel,”
Radit mengatakan sentimen publik Indonesia yang mendukung invasi Rusia ke Ukraina, juga didasari oleh rasa kecewa terhadap Amerika dan negara-negara barat yang cenderung membenarkan konflik Israel dan Palestina.
Ia sepakat, bahwa kebijakan Amerika yang bisa cepat memberikan sanksi kepada Rusia ketika invasi dimulai, sementara di sisi lain mendiamkan serangan Israel ke Palestina yang sudah berlangsung bahkan 70 tahun lebih lamanya, sebagai sikap standar ganda.