JABAR.WAHANANEWS.CO, KOTA BANDUNG - Diberitakan sejumlah media bahwa pementasan teater Payung Hitam dengan judul “Wawancara dengan Mulyono” batal digelar, lantaran pintu lokasi acara digembok.
Penggembokan pintu di lokasi acara pementasan ini merupakan kelanjutan dari pencopotan baliho Teater Payung Hitam di ISBI Bandung.
Baca Juga:
Masifkan Sampah Jadi RDF, Kota Bandung Tambah Lagi TPST
Sebelumnya, pemain sekaligus sutradara teaterm Rachman Sabur menyampaikan bahwa pertunjukan teater tersebut dijadwalkan akan dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu, tanggal 15-16 Februari 2025, mulai pukul 20.00 WIB di Studio Teater Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung.
Terkait batalnya teater tersebut, Rektor ISBI Bandung, Dr. Retno Dwimarwati menegaskan mengenai komitmen ISBI Bandung dalam menjaga lingkungan akademik yang kondusif dan harmonis.
Dengan melarang keras segala bentuk kegiatan yang mengandung unsur Suku, Agama, Ras (SARA) dan golongan termasuk kepentingan berbau politik praktis, yang melibatkan dosen dan purnabakti.
Baca Juga:
Sambut HPSN 2025, Pemkot Bandung Bebenah Pasar dan Perdana Kirim RDF ke Industri Semen
Dikatakan Retno, kebijakan ini diambil guna memastikan bahwa kampus tetap menjadi ruang ilmiah yang bebas dari konflik kepentingan dan provokasi berbasis identitas serta politik tertentu.
Menurutnya, lingkungan kampus memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga nilai-nilai kebangsaan serta mencegah berkembangnya narasi yang dapat memecah belah persatuan.
“Kami tidak akan mentolerir adanya kegiatan yang berpotensi menimbulkan perpecahan berbasis SARA dan politik, baik yang dilakukan oleh mahasiswa, dosen, pegawai administasi maupun purnabakti,” tegas Retno, dalam keterangan persnya, Minggu (16/2/2025) malam.
Retno menambahkan, kampus merupakan tempat bagi ilmu pengetahuan, bukan untuk penyebaran isu-isu kontraproduktif yang dapat mengganggu keharmonisan.
“Kami mengajak seluruh civitas akademika untuk terus menjunjung tinggi semangat kebhinekaan dan menghindari segala bentuk provokasi yang dapat merusak persatuan,” kata Retno.
Ia menyebut, bahwa kampus ISBI Bandung harus tetap menjadi tempat bagi dialog yang sehat, kritis, dan tetap dalam koridor etika akademik.
Rektor ISBI Bandung tersebut juga mengungkapkan prinsip dasar dari pelarangan kegiatan pertunjukan yang harus dipahami bersama.
Berikut kronologisnya yang ditulis dalam siaran pers:
1. Ketika Pak Rachman Sabur meminta izin secara lisan pada Ketua Jurusan (Fathul A. Husein) untuk kegiatan pertunjukan tersebut, Pak Fathul menolak dan Pak Rachman merespon dengan nada tidak puas;
2. Ada surat kerjasama peminjaman studio teater tertanggal 9 Januari 2025 yang ditujukan kepada kepala studio teater (Irwan Jamal), meskipun secara struktural tidak ada posisi kepala studio tersebut. Surat tersebut tidak ditanggapi dan direspon, karena tidak ada kapasitas Irwan Jamal untuk menjawab dan sudah ditolak oleh ketua jurusan sebagai atasannya;
3. Telah dilakukan obrolan secara informal pada tanggal 24 Januari 2025, ketika informasi tentang pertunjukan tersebut tersebar di beberapa media sosial, WAG dan status WA.
Obrolan tersebut dilakukan oleh kepala biro dengan saudara Irwan Guntari (Ketua IA ISBI Bandung), Moch Wail dan Tony Supartono (pemain), dengan hasil dari pembicaraan untuk memindahkan lokasi pertunjukan, karena sebagai institusi perguruan tinggi, harus netral dari kepentingan politik dan kegiatan yang berbasis SARA.
“Bahkan kami telah mengingatkan Pak Tony sebagai ASN dan Moh Wail tentang tidak boleh melakukan kegiatan yang secara terang-terangan menyerang pada golongan tertentu serta kegiatan yang berbasis SARA apalagi di lingkungan kampus. Pak Rachman tetap melakukan latihan dan menguasai studio, serta mempublikasikan poster kegiatan lewat media sosial tertanggal 25 Januari 2025, dengan gambar Pak Jokowi.” katanya.
“Kami berusaha kembali mengingatkan tentang bahaya pertunjukan yang mengandung unsur insinuasi, terhadap mantan Presiden tersebut dan akhirnya poster diubah menjadi gambar Tony Broer, seperti yang terlihat hingga hari ini,” imbuhnya.
Setelah itu, lanjutnya, pihaknya melakukan konfirmasi secara formal tertanggal 30 Januari 2025 pada Tony Supartono dan Moh. Wail. Kemudian dengan melakukan dialog dengan Irwan Jamal. Ini untuk menyampaikan keberatan tersebut.
“Kami sejak awal sudah melakukan pertemuan sebanyak dua kali, tapi tidak diindahkan dan Pak Rachman tetap berlatih di studio teater,” ujar Retno.
Ketika pemasangan baligo yang dilakukan oleh pihak KPH (Kelompok Teater Payung
Hitam), hal ini memperlihatkan bahwa telah terjadi unsur kesengajaan untuk membahayakan ISBI Bandung sebagai institusi pendidikan tinggi, maka diturunkan.
“Kepada pihak keamanan kampus kami katakan, apabila yang bersangkutan keberatan silakan datang kembali menemui kami,” tuturnya.
Kemudian ketika pihaknya mengetahui adanya publikasi video trailler yang telah disebarkan, berarti pertunjukan akan tetap dilakukan.
“Pertanyaan kami apakah jika seseorang meminta izin secara lisan ke sebuah institusi kemudian ditolak, dia dapat tetap atau keukeuh melaksanakan kegiatan tersebut? Dan jika menyampaikan izinnya secara lisan, apakah institusi harus bersurat untuk menjawabnya?” kata dia.
Retno pun mempertanyakan apabila di ISBI Bandung (rumah kami) ditempeli hal yang akan mengganggu kestabilan, dengan adanya kegiatan yang mengandung unsur pro dan kontra, apakah pihaknya tidak punya kewenangan untuk menurunkannya?
“Persoalan izin polisi disebutkan sebagai kewenangan pihak kampus. Namun polisi
mengingatkan, apakah informasi dalam poster ini benar?”
Dengan pertanyaan tersebut (pihak berwajib), kata Retno pihaknya tentu harus paham dengan konsekuensinya. “Apakah kami tidak boleh menjaga rumah kami dari ekses-ekses negatif yang mungkin
terjadi?”
Ia pun menegaskan bahwa penggembokan studio teater dilakukan karena sampai hari terakhir, Jum’at, tanggal 14 Januari 2025, latihan tetap dilakukan. Sejak dari awal dilakukan mediasi pun sudah tidak diizinkan, dengan alasan-alasan yang sudah diinformasikan sebelumnya.
“Dengan kebijakan ini, ISBI Bandung menegaskan komitmennya untuk terus menjaga nilai-nilai kebangsaan dan memastikan bahwa kampus tetap menjadi ruang yang aman bagi seluruh civitas academica tanpa adanya diskriminasi berbasis SARA serta aktivitas yang mengandung unsur politik,” tandasnya.
[Redaktur: Mega Puspita]