“Sehingga masyarakat dapat berpartisipasi melakukan upaya pencegahan, pendampingan, pemulihan dan pemantauan atas tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi di wilayahnya,” ungkapnya.
Selain itu, Ratna juga mengingatkan, agar UU TPKS juga disosialisasikan kepada pemangku kepentingan terkait yang akan melaksanakan mandat dari UU TPKS. Antara lain, kepolisian, UPTD PPA, serta layanan berbasis masyarakat, seperti WCC, LBH, dan lembaga pendamping lainnya.
Baca Juga:
BPDPKS-BRIN Dorong Pemanfaatan Sawit untuk Hortikultura Indonesia
“Demikian pula dengan Satgas PPKS (Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial) di kampus dan praktisi dunia pendidikan, termasuk pesantren,” tegasnya.
Sementara itu, Koordinator Divisi Kampanye JalaStoria, Nur Azizah menyatakan, melalui kegiatan ini diharapkan terbangun pemahaman bersama di masyarakat terhadap UU TPKS.
“Apabila pemahaman atas UU ini telah terbangun, niscaya UU TPKS dapat sepenuhnya diimplementasikan di masyarakat dalam rangka pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual serta pemenuhan hak-hak korban,” ungkapnya.
Baca Juga:
Genjot Ekspor ke Wilayah Afrika Barat, Kemendag Gelar Seminar Web Tentang Merek
Misalnya, komitmen yang dilakukan JalaStoria selama ini melalui penyediaan tulisan-tulisan yang memberdayakan publik dalam upaya pencegahan dan penanganan serta pemulihan sesuai yang didelegasikan UU TPKS.
Oleh karenanya, Jalastoria bersama LBH APIK Jabar dan JPHPKKS, serta berbagai elemen lainnya turut mengawal delegasi 10 peraturan pelaksanaan UU TPKS yang harus segera dirampungkan pemerintah tanpa mendistorsi substansi maupun proses penyusunannya.
“Kami berterima kasih, upaya pemerintah yang akan melakukan percepatan pembahasan 10 peraturan pelaksana tersebut dengan memperhatikan proses partisipatif dan teguh pada substansi,” jelas Nur Azizah.