Senada disampaikan Camat Pangenan Bambang Setiadi. Menurutnya, dalam beberapa tahun terakhir harga garam selalu anjlok. Bambang mempertanyakan soal regulasi peningkatan kualitas petani garam. Ia juga menyinggung soal kebijakan impor.
"Kita berpacu dengan impor. Memang ada kewajiban untuk impor, tapi di sisi lain kami ingin mempertahankan industri garam agar tak tersisihkan," ucapnya.
Baca Juga:
Terkait Polemik Razia RM Padang non-Minang di Cirebon Polisi Lakukan Mediasi
"Kita ingin ada kepastian regulasi soal garam rakyat. Ini tentu berkaitan dengan kesejahteraan petani garam," kata Bambang.
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengaku telah menyiapkan skema impor yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dilakukan demi menjaga harga garam petani.
Dia mengatakan selama ini terjadi kebocoran garam ke pasar. "Nantinya impor tidak diserahkan pihak ketiga. Jadi langsung diserahkan ke industri atau ke penggunanya. Sekarang ini terjadi kebocoran, penyimpangan. Garam yang harusnya untuk industri, akhirnya bocor ke pasar. Karena harganya lebih murah. Akhirnya merugikan garam petani," tutur Moeldoko.
Baca Juga:
PT Rohto Laboratories dan Bank Resona Perdania Bagikan Kacamata Gratis Hari Penglihatan Sedunia
Moeldoko menjelaskan alasan pemerintah untuk tetap menerbitkan kebijakan impor garam. Menurut dia, produksi garam lokal yang tak sesuai kebutuhan. Dalam sambutannya, Moeldoko mengatakan, kebutuhan garam nasional mencapai sekitar 4 juta ton per tahun. Kebutuhan garam ini mayoritas diperuntukkan untuk industri, yakni sekitar 3,7 juta ton.
"Sedangkan kemampuan produksi garam lokal kita itu pada 2020 baru 1,365 juta ton. Kenapa kita harus impor, karena industri itu butuh garam," ujarnya.
"Kalau kebutuhan industri terhambat. Maka bisa berpengaruh terhadap produksi bahkan aktivitas ekspor," kata Moeldoko menambahkan.