WahanaNews Jabar | Kebijakan garam impor sebanyak 3,07 juta ton yang diadakan pemerintah baru-baru ini membuat nasib petani garam semakin tidak menentu. Setelah dihantam anomali cuaca yang mengakibatkan produksi turun, kini mereka harus menerima kenyataan pahit impor garam.
Seperti yang dialami Mukawi (60), petani garam asal Osowilangon, Jawa Timur ini mengaku sejak ada anomali cuaca, terjadi penurunan produksi yang signifikan. Jika rata-rata dalam sekali panen ia mampu memproduksi 200 ton. Kini tak lebih dari 100 ton dalam 5 atau 6 bulan.
Baca Juga:
Viral Duel Maut 2 Pria Bersenjata Tajam di Pinggir Jalan Gresik
"Ya menurun. Karena cuacanya gak normal. Sejak bulan 8 sampai bulan 9 ini juga. Tapi ini sudah normal lagi. Kalau bulan 10 hujan lagi, ya tambah turun," ujar Mukawi melansir detikcom, Rabu (29/9/2021).
"Kalau cuaca normal bisa dapat 200 ton. Tapi sekarang 100 ton saja gak sampai," imbuh Mukawi.
Ketua Himpunan Masyarakat Petambak Garam Indonesia Muhammad Hasan mengatakan jika cuaca baik, petani garam bisa mengahasilkan 3 juta ton dalam skala nasional. Namun karena adanya anomali cuaca, maka petani garam hanya bisa memproduksi sekitar 1 juta ton.
Baca Juga:
Kejati Jawa Timur Tangkap Ronald Tannur di Rumahnya
"Dengan anomali cuaca ini, petambak hanya bisa memproduksi sekitar 1 juta ton garam. Padahal kalau cuaca baik, garam bisa diproduksi sekitar 3 juta ton," terang Hasan.
Meski begitu, lanjut Hasan, turunnya produksi garam tahun ini tidak bisa dijadikan alasan untuk impor. Sebab stok garam nasional saat ini masih ada dan belum terserap.
"Seandainya cuacanya baik. Menghasilkan 3 juta dengan total kebutuhan garam nasional kita mencapai 4,2 juta ton itu tetap mengalami kekurangan. Dan kekurangan itu kan tidak seberapa sebenarnya," papar Hasan.