Selain hati-hati dalam menyeleksi mahasiswa KIP, Prof Umi juga mewanti-wanti perguruan tinggi untuk jangan coba-coba memungut atau mengutip dana KIP mahasiswa yang sudah terdaftar penerima KIP. Bahkan Prof Umi mengibaratkan mahasiswa penerima KIP itu adalah raja.
"Memang anak-anak KIP itu raja. Tidak boleh disentuh uang serupiah pun. Apalagi memungut (dana KIP) yang punya mahasiswa itu. Wah itu langsung bisa dicoret (dipermasalahkan)," ungkapnya.
Baca Juga:
Modus Zikir Dosen di Mataram Dipolisikan, Diduga Lecehkan Mahasiswi
Pungutan yang dimaksud, bila dana KIP Kuliah yang didapatkan mahasiswa ada pungutan dari pihak kampus, berapapun nominalnya itu jelas tidak boleh dan pelanggaran, ucap Prof Umi.
Jadi, lanjut Prof Umi, pihaknya mengingatka PTS yang mau menyelenggarakan KIP Kuliah betul-betul men-support, jangan "memanipulasi".
"Jangan gegabah mengurus KIP. Kalau mau menerima (mahasiswa) KIP harus lebih banyak shodaqoh (sedekah). Karena anak-anak (yang terdaftar KIP) tidak boleh dipungut (biaya) apapun. Jangankan sampai jutaan, 50 (Rp 50 ribu) saja bila dikumpulkan oleh kita (PTS) bisa bermasalah," tegasnya.
Baca Juga:
Institut STIAMI Dorong Mahasiswa Manfaatkan Teknologi dan Digitalisasi
Untuk itu, dirinya berharap perguruan tinggi swasta di Jabar untuk aktif berkomunikasi kepada semua pihak, khususnya dengan APTISI Jabar. Agar tidak berpotensi melakukan hal-hal yang bersifat pelanggaran dalam menyelenggarakan KIP Kuliah.
Prof Umi juga tidak melarang seberapa banyak perguruan tinggi swasta menerima mahasiswa KIP, karena memang tidak aturan terkait kuota penerimaan mahasiswa KIP Kuliah. Namun sekali lagi ia mengingatkan yang penting dikelola dengan benar dan baik.
"Banyak (menerima mahasiswa KIP) asalkan dikelola dengan baik dan tidak melakukan pelanggaran itu aman. Yang masalah adalah tidak dikelola dengan baik, mengambil potongan (dari mahasiswa KIP) kemudian penyelenggaraan pendidikannya tidak pas," tuturnya.