"Suara dukungan kenabian ini bersumber dari tiga surat-surat SK Bupati Sorong, pertama, SK Bupati No. 52/Kep.233/VII/Tahun 2020, tentang pencabutan Keputusan Bupati Nomor 221 Tahun 2011 tentang pemberian izin lokasi untuk keperluan usaha perkebunan kelapa sawit PT Mega Mustika Plantation," kata RD Imanuel Tenau.
Kedua, lanjut Tenau, SK Bupati No. 521/Kep.224/VIII/Tahun 2020, tentang Pencabutan SK Bupati Sorong No. 660.1/16/Tahun 2013 tentang izin lingkungan atas kegiatan perkebunan kelapa sawit dan Pabrik Kelapa sawit PT Mega Mustika Plantation di Distrik Moraid," terangnya lagi.
Baca Juga:
Supian Suri: Terimakasih Masyarakat Sudah Gunakan Hak Pilih Pilkada Kota Depok
Ketiga, SK Bupati Sorong No. 521/Kep.225/VIII/Tahun 2020, tentang pencabutan SK Bupati Sorong No. 660.1/127/2014 tentang izin usaha perkebunan kelapa sawit (IUP) PT Mega Mustika Plantation.
Menurut para Imam asli Papua, keputusan Bupati mencabut izin operasional perkebunan kelapa sawit dan pendirian kelapa sawit oleh PT Mega Mustika Plantation berdasarkan studi kelayakan yang telah dilakukan para ahli lingkungan hidup, baik dari Pemda Sorong sendiri maupun LSM Yayasan Pustaka dan Green Peace.
Anehnya, ditemukan perusahaan-perusahaan pemilik izin usaha ini salah menggunakan izin-izinnya untuk tujuan lain.
Baca Juga:
Kesampingkan Pakta Integritas KPK Fokus Kasus Pj Bupati Sorong
Studi kelayakan itu sejalan dengan pergumulan hidup orang Moi atas tanahnya sebagai ibu yang memberi kehidupan dirusak oleh perusahaan dan didukung oleh beberapa LSM, seperti Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Perkumpulan Bantuan Hukum dan Perdamaian (PBHKP), Belantara Papua.
Berdasarkan data, SK Bupati mencabut izin beroperasi usaha perkebunan kelapa sawit dilawan pihak perusahaan dengan menggugat Bupati Sorong ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jayapura. (Tio)