WahanaNews Jabar-Banten | Para Imam Asli Papua Keuskupan Manokwari Sorong (KMS) angkat bicara dan menyatakan sikap dukungan kenabian Gereja Katolik KMS kepada Bupati Sorong DR Johni Kamuru atas sikap tegasya menjaga eksistensi orang asli Papua tentang hak hidup dan keutuhan ciptaan yang diberikan Allah bagi setiap orang.
Para Tokoh Gereja Katolik, Keuskupan Manokwari Sorong, Papua Barat ini, mendukung surat keputusan Bupati Sorong tentang pencabutan izin operasional 3 perusahaan perkebunan kelapa sawit di daerah ini.
Baca Juga:
Supian Suri: Terimakasih Masyarakat Sudah Gunakan Hak Pilih Pilkada Kota Depok
Surat Keputusan Bupati Sorong mencabut izin 3 perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut bukan tanpa alasan.
Pasalnya, kehadiran tiga perusahaan perkebunan itu tak memberikan kontribusi kepada masyarakat pemilik hak ulayat setempat.
Tiga perusahaan tersebut diantaranya PT Mega Mustika Plantation yang beroperasi di distrik Morait, Kabupaten Sorong; PT Mustika Plantation beroperasi di distrik Morait dan distrik Klaso Kabupaten Sorong dan ketiga PT Mega Mustika Plantation terkait Izin Usaha Perkebunan.
Baca Juga:
Kesampingkan Pakta Integritas KPK Fokus Kasus Pj Bupati Sorong
Suara dukungan kenabian ini dihadiri oleh 9 imam asli Papua KMS yang mewakili para Imam asli Papua lainnya yang tidak sempat hadir yang berlangsung di Aula Lantai I, Paroki Kristus Raja Kampung Baru, Sabtu (28/9/2021) kemarin.
Koordinator Imam asli Papua, RD. Izaak Bame membuka jumpa pers dengan doa, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan dari RD Imanuel Tenau terkait dukungan kenabian Imam Papua kepada Bupati Sorong.
Menurut RD Imanuel Tenau, suara dukungan kenabian ini diawali dengan membuka fakta berita website tentang SK Bupati Sorong Johny Kamuru tahun 2020 terkait pencabutan izin operasional perusahaan kelapa sawit PT Mega Mustika Plantation yang beroperasi di wilayah tanah adat suku Moi di Kalaben, Distrik Klaso dan Distrik Moraid Kabupaten Sorong Papua Barat.
"Suara dukungan kenabian ini bersumber dari tiga surat-surat SK Bupati Sorong, pertama, SK Bupati No. 52/Kep.233/VII/Tahun 2020, tentang pencabutan Keputusan Bupati Nomor 221 Tahun 2011 tentang pemberian izin lokasi untuk keperluan usaha perkebunan kelapa sawit PT Mega Mustika Plantation," kata RD Imanuel Tenau.
Kedua, lanjut Tenau, SK Bupati No. 521/Kep.224/VIII/Tahun 2020, tentang Pencabutan SK Bupati Sorong No. 660.1/16/Tahun 2013 tentang izin lingkungan atas kegiatan perkebunan kelapa sawit dan Pabrik Kelapa sawit PT Mega Mustika Plantation di Distrik Moraid," terangnya lagi.
Ketiga, SK Bupati Sorong No. 521/Kep.225/VIII/Tahun 2020, tentang pencabutan SK Bupati Sorong No. 660.1/127/2014 tentang izin usaha perkebunan kelapa sawit (IUP) PT Mega Mustika Plantation.
Menurut para Imam asli Papua, keputusan Bupati mencabut izin operasional perkebunan kelapa sawit dan pendirian kelapa sawit oleh PT Mega Mustika Plantation berdasarkan studi kelayakan yang telah dilakukan para ahli lingkungan hidup, baik dari Pemda Sorong sendiri maupun LSM Yayasan Pustaka dan Green Peace.
Anehnya, ditemukan perusahaan-perusahaan pemilik izin usaha ini salah menggunakan izin-izinnya untuk tujuan lain.
Studi kelayakan itu sejalan dengan pergumulan hidup orang Moi atas tanahnya sebagai ibu yang memberi kehidupan dirusak oleh perusahaan dan didukung oleh beberapa LSM, seperti Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Perkumpulan Bantuan Hukum dan Perdamaian (PBHKP), Belantara Papua.
Berdasarkan data, SK Bupati mencabut izin beroperasi usaha perkebunan kelapa sawit dilawan pihak perusahaan dengan menggugat Bupati Sorong ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jayapura. (Tio)