“Jadi indikasi intolerannya itu apa?. Kalau MUI berani mencabut fatwa sesatnya Ahmadiyah silahkan, ini kan fatwanya masih ada, ada SKB 3 Menteri, kami menjalankan itu. Yang kami hentikan itu kegiatan penyebarannya yang memang dilarang. Penyegelan itu mengantisipasi keamanan, sebab masyarakat sekitar enggak nyaman, justru kami jaga mereka, kalau dibiarkan mereka diserang, kami akan kena UU HAM,” katanya.
Dikatakan Idris, pihaknya memiliki UI dan Chusnul Mar’iyah yang telah mengeluarkan survei dan hasilnya Kota Depok cukup toleran.
Baca Juga:
Bayi Laki-Laki Ditemukan Hidup di Selokan Depok, Lengkap dengan Ari-ari
“Itu survei UI loh, Ibu Chusnul Mar’iyah dan kawan-kawan sudah melakukan itu. Silahkan didiskusikan oleh mereka, kalau kami intoleran akan kami perbaiki. Depok tetap jadi kota yang toleran kok,” tegasnya.
Sementara itu Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok, Ustad H Khairulloh Ahyari juga mempertanyakan validitas hasil riset Setara Institute tersebut.
“Ini perlu diklarifikasi karena bertolak belakang dengan kenyataan di Kota Depok sejak berabad-abad yang lalu. Faktanya sejak berabad lalu toleransi di Depok sudah sangat terjaga. Sejak 1696 ketika Cornelis Chastelein datang ke Depok, itu penduduk asli kemudian masa pra kemerdekaan, masa kemerdekaan sampai hari ini, bangunan-bangunan yang ada di Depok sejak zamannya itu masih ada, gereja masih ada bahkan bertumbuh,” tandasnya.
Baca Juga:
Ingat! FISIP UI Undang 2 Paslon Walkot Depok Diskusi, Ini Masalahnya
Dijelaskannya, belum pernah ada sejarah di Kota Depok ketika konflik keagamaan ada kaca jendela rumah ibadah pecah karena masalah gesekan keagamaan.
“Tidak pernah ada pertumpahan darah juga akibat gesekan umat beragama, jika dibandingkan daerah lain, di Depok tidak peranah itu,” katanya.
Anggota DPRD Depok itu pun mengatakan, jika bahasa intoleran dikaitkan dengan keberadaan Ahmadiyah di Depok, bahwa sejatinya Ahmadiyah ini baru berdiri di Depok belum lama.