Runia menjelaskan, pengidap TBC sangat memerlukan support. Selain mengedukasi terkait penggunaan obat, pola komunikasi, support mental juga merupakan bagian penting dalam penanganan penyakit TBC.
"Dengan mensupport mereka, pengidap memiliki harapan sembuh yang cepat," ucapnya.
Baca Juga:
Kasus TBC Meningkat, Pemkab Dairi Gelar Rencana Aksi Eliminasi
Menurut Runia, selama dua tahun melakukan penanganan terhadap pengidap TBC di wilayah Cisitu, dirinya tidak menemukan kendala dalam penanganan pasien TBC.
Kendala, kata dia, justru muncul dalam pencarian suspek TBC. Hal itu karena kurang pedulinya pemerintah tingkat desa dan kesadaran masyarakat yang bergejala TBC untuk ikut melakukan pemeriksaan. Contohnya memeriksa dahaknya.
"Saat ini, kami sedang intensif melakukan pencarian terhadap potensi adanya pengidap TBC yang belum terdata," ungkapnya.
Baca Juga:
Potensi Indonesia sebagai Pemimpin Produksi Hidrogen dan Amonia di Asia
Berdasarkan data Puskesmas Cisitu, tahun 2022 ini, ada sebanyak 13 pengidap TBC yang sedang dalam pemberian OAT (obat anti tuberkulosis). "Usia pengidap dari remaja, dewasa hingga usia tua," kata Runia.
Saat ini, ia mengatakan, kegiatan utama progam yang berkaitan dengan TBC di wilayah Cisitu bukanlah pengobatan, melainkan menemukan suspek kasus TBC di setiap desa.
Karena itu, Runia menyarankan agar suspek TBC melakukan peneriksaan dahak.