WahanaNews-Sumedang | Puskesmas Cisitu Kabupaten Sumedang terus berupaya melakukan penanganan penyakit Tuberkolosis (TBC) di wilayahnya.
Salah satu tenaga kesehatan Puskesmas Cisitu, Runia mengatakan, penanganan khusus terhadap pengidap TBC dilakukan sangat intensif meskipun secara angka, pengidap penyakit TBC di wilayah Cisitu terhitung sedikit.
Baca Juga:
Kasus TBC Meningkat, Pemkab Dairi Gelar Rencana Aksi Eliminasi
"Pendampingan yang dilakukan memang harus tepat. Dimana penyakit TBC merupakan penyakit yang beresiko menular," ujarnya.
Menurut Runia, pengidap TBC tidak perlu merasa cemas berlebihan, bahkan jangan membatasi aktivitas. Yang penting, kata Runia, pengidap harus disiplin menggunakan masker di manapun, kecuali saat makan.
Pasalnya, penularan TBC, salah satunya ditularkan melalui batuk atau cairan dahak. "Salah satu hal penting bagi pengidap TBC adalah disiplin masker, disamping mengonsumsi obat secara rutin," ujar Runia, Kamis (9/6).
Baca Juga:
Potensi Indonesia sebagai Pemimpin Produksi Hidrogen dan Amonia di Asia
Runia juga berharap keluarga pengidap TBC bisa memberikan dukungan. Salah satunya dengan kontinyu menjaga sterilisasi lingkungan di dalam sekitar rumah.
Untuk itu, lanjut Runia, dirinya membuka peluang komunikasi seluas-luasnya dengan pengidap TBC maupun keluarganya. Runia mengaku memberikan nomor handphone-nya kepada pengidap atau keluarganya. Ia berharap, dengan komunikasi bisa terpantau kondisi yang dialami pengidap.
"Keterbukaan sangat penting agar memudahkan pendampingan dan penanganan. Jadi jangan sungkan untuk berkomunikasi dengan kami," tuturnya.
Runia menjelaskan, pengidap TBC sangat memerlukan support. Selain mengedukasi terkait penggunaan obat, pola komunikasi, support mental juga merupakan bagian penting dalam penanganan penyakit TBC.
"Dengan mensupport mereka, pengidap memiliki harapan sembuh yang cepat," ucapnya.
Menurut Runia, selama dua tahun melakukan penanganan terhadap pengidap TBC di wilayah Cisitu, dirinya tidak menemukan kendala dalam penanganan pasien TBC.
Kendala, kata dia, justru muncul dalam pencarian suspek TBC. Hal itu karena kurang pedulinya pemerintah tingkat desa dan kesadaran masyarakat yang bergejala TBC untuk ikut melakukan pemeriksaan. Contohnya memeriksa dahaknya.
"Saat ini, kami sedang intensif melakukan pencarian terhadap potensi adanya pengidap TBC yang belum terdata," ungkapnya.
Berdasarkan data Puskesmas Cisitu, tahun 2022 ini, ada sebanyak 13 pengidap TBC yang sedang dalam pemberian OAT (obat anti tuberkulosis). "Usia pengidap dari remaja, dewasa hingga usia tua," kata Runia.
Saat ini, ia mengatakan, kegiatan utama progam yang berkaitan dengan TBC di wilayah Cisitu bukanlah pengobatan, melainkan menemukan suspek kasus TBC di setiap desa.
Karena itu, Runia menyarankan agar suspek TBC melakukan peneriksaan dahak.
"Tahun ini kami menargetkan 365 orang suspek penyakit TBC di wilayah Cisitu yang harus diperiksa dahaknya. Perlu diketahui, untuk pemeriksaan dahak dan pengobatan tidak dikenakan biaya atau gratis, baik untuk pengguna BPJS ataupun umum," ujar Runia. [tsy]