WahanaNews-Bandung | Pergantian musim dari hujan ke kemarau (pancaroba) sudah mulai terasa memasuki awal Juli 2022 ini. Namun pada kemarau tahun ini, curah hujan di Kota Bandung masih tetap signifikan. Fenomena ini disebut sebagai kemarau basah.
Staf data dan Informasi Bandan Meteorologi, Klimatologi, Geofisika (BMKG) Kota Bandung, Yuni Yulianti menjelaskan, kemarau basah ditandai dengan dominannya tiupan angin muson Australia atau angin muson timur. Kemudian, posisi matahari pun sudah mulai bergerak ke arah utara.
Baca Juga:
BMKG: Pancaroba di Maret-April Berpotensi Picu Puting Beliung
"Suhu di pagi hari sudah mulai dingin di antara 17,4-19 derajat celcius diakibatkan dari angin tersebut yang membawa masa udara yang kering dan dingin. Tapi, siangnya cukup terik antara 29-30 derajat celcius," kata Yuni, Senin (4/7).
Dikatakan Yuni, tutupan awan sudah mulai berkurang, sehingga panas matahari akan lebih cepat dilepaskan. Namun, secara kondisi dinamika atmosfer laut terpantau masih hangat.
"Suhu permukaan lautnya masih cukup hangat, sehingga masih menyuplai uap air yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan awan-awan hujan. Maka di sore menjelang malam hari pada sebagian wilayah Jawa Barat termasuk di Kota Bandung kerap terjadi hujan walau sudah masuk kemarau," kata dia.
Baca Juga:
BMKG Minta Masyarakat Waspadai Cuaca Ekstrem di Masa Pancaroba
Meski masih signifikan, lanjut Yuni, berdasarkan perhitungan BMKG, selama dasarian atau 10 hari berturut-turut terakhir, curah hujan sudah mulai kurang dari 50 mm. Sehingga telah dikategorikan memasuki awal musim kemarau.
Yuni menyebut, terjadi variabilitas musim atau pergeseran musim yang mengakibatkan waktu dan durasi cuaca mulai berganti. Dulu, pada April-September biasanya sudah masuk pada kategori musim kemarau. Lalu, Oktober-Maret memasuki musim hujan.
"Tapi, ke depan ini sudah mulai mengalami pergeseran musim. Tentu terkait dengan banyak faktor ya, seperti banyak terbentuknya pusat tekanan rendah, terbentuknya sirkulasi siklonik," katanya.