WahanaNews-GARUT | Koordinator Aktivis Siaga 98 Hasanudin turut menanggapi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang baru-baru ini dilakukan oleh pemerintah.
Hasan menjelaskan, Pertamina didirikan untuk mengusahakan pengelolaan sumber energi migas bagi kepentingan ekonomi demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Baca Juga:
TKN Prabowo: Kemunculan Koran 'Achtung' Tanda Ada yang Panik Menang Satu Putaran
Selain itu, Pertamina juga harus menyediakan BBM dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat.
Hal tersebut, menjadi urusan pemerintahan di bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Kami melihat pengurangan subsidi ini tidak semata berdiri sendiri soal menyelamatkan kebijakan fiskal APBN, melainkan juga soal tata kelola Pertamina," ujarnya saat dihubungi, kemarin.
Baca Juga:
Ini Isi Lengkap Surat PDIP Terkait Pemecatan Budiman Sudjatmiko
Tak hanya itu, Hasan juga menyampaikan jika Pertamina bukan lagi menjadi entitas badan usaha negara. Melainkan sudah menjadi murni entitas bisnis.
Sebagai entitas negara, pertamina mengelola industri hulu-hilir minyak untuk memenuhi ketersediaan dan harga yang terjangkau.
"Penurunan subsidi energi ini, sama halnya negara kalah bernegosiasi dengan pertamina," ungkap Hasan.
Lalu, lanjut Hasan, dengan demikian ekonomi rumah tangga publik dibebankan. Dan subsidi dikurangi, dengan alasan tidak tepat sasaran.
Bahkan prioritas bantuan untuk masyarakat melalui skema BLT. Ini tidak semata soal merubah skema alokasi.
"Namun, keputusan ini menggerus kehadiran negara melalui Keputusan mendirikan (BUMN) Pertamina untuk tujuan mengelola minyak dan menggerus kehadiran negara dalam kebijakan ekonomi subsidi," jelasnya.
Sementara itu, Hasan juga menilai, Presiden Jokowi nampaknya tidak berkutik pada 2 Kementerian tersebut, yakni Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN yang menaungi Pertamina.
Oleh sebab itulah, defisit APBN pilihannya pada mengurangi subsidi energi, padahal masih banyak jalan lain.
"Kalau Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyetujui soal pengurangan subsidi ini, tentu bukan soal menyelematkan APBN, melainkan Menkeu Pro Ekonomi Pasar, liberalisasi hilir minyak Indonesia," tuturnya. [rsy]