WahanaNews-Purwakarta | Satpol PP Purwakarta menggerebek sebuah rumah kontrakan yang selama ini digunakan sebagai gudang dan tempat penjualan minuman keras di Kampung Naggorak, RT 04/01, Desa Sindangsari, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta bersama anggota DPR RI, Dedi Mulyadi.
Penggerebekan tersebut buntut dari pengakuan bocah F (10) yang sebelumnya diselamatkan Dedi Mulyadi untuk mengikuti program rehabilitasi di Ponpes Cireok Purwakarta. F direhabilitasi karena kerap mabuk miras dan obat-obatan hingga berbuat hal yang mengarah kriminalitas.
Baca Juga:
Lima Pimpinan Baru KPK Ditetapkan, Setyo Budiyanto Jadi Ketua
Sebelumnya Dedi juga bertemu dengan Tobi (rilis sebelumnya disebut Topi) yang merupakan anak dewasa teman dari F. Dari pengakuan F, Tobi adalah orang yang kerap mengajak bahkan meminta uang untuk membeli miras.
Dari sejumlah keterangan dan fakta itu, Dedi mengamankan sebilah golok berukuran 30 cm milik F yang biasa digunakan untuk mengancam. F mengaku golok tersebut dibeli dari seseorang seharga Rp 300 ribu.
“Kemarin saya ambil golok yang biasa digunakan untuk mengancam kalau tidak dikasih uang pada nenek, kakek, paman atau ibunya,” ujar Kang Dedi Mulyadi.
Selain itu Dedi pun mendapat informasi, miras itu dibeli dari Gilang yang biasa berjualan di rumah kontrakan di Kampung Naggorak, RT 04/01, Desa Sindangsari, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta.
Baca Juga:
Penjualan Anjlok, Pizza Hut Indonesia Tutup 20 Gerai dan Pangkas 371 Karyawan
Tak menunggu lama, Dedi bersama Satpol PP langsung mendatangi lokasi tersebut. Tidak seperti pada umumnya yang menjual di jalan raya atau pusat keramaian, toko miras tersebut berada di petak atau kontrakan perkampungan yang berdekatan dengan warga.
Dari kejauhan kontrakan terlihat kotor, kumuh dan menyeramkan seolah sudah lama tak berpenghuni. Namun setelah didekati ditemukan banyak botol bekas miras berserakan.
Di lokasi terlihat ada sejumlah kamar yang difungsikan berbeda. Kamar pertama yang gelap difungsikan sebagai gudang miras. Sementara di sebelahnya ada kamar terkunci yang rupanya tempat penjualan lengkap dengan empat unit kulkas penuh miras. Di sana hanya ditemukan seorang penjaga bernama Muji.
“Saya dan Satpol PP datang ke sini pengembangan dari anak kecil 10 tahun punya temen namanya Tobi biasa ambil uang untuk beli minum. Belinya dari Gilang di kontrakan. Di mana Gilangnya?” tanya Dedi.
“Saya hanya yang jaga. Kalau Gilang di rumahnya,” kata Muji.
Dengan diantar Muji, Dedi bersama Satpol PP langsung menemui Gilang yang masih tidur di rumahnya. Dari pengakuan Gilang, tempat tersebut tidak lagi dikelola olehnya.
“Sekarang mah bukan modal Gilang. Ya memang awalnya sama Gilang, tapi sekarang sama Dablu orang Anjun Babakan Gudang. Kalau enggak salah namanya Asep Arismanto,” kata Gilang.
Menurut Gilang awalnya ia terpaksa berjualan miras karena permasalahan utang. Dulu ayahnya meminjam uang Rp 500 juta namun atas nama sang ibu. Kini ayahnya telah meninggal dan utang beralih pada ibunya.
“Jadi ibu saya harus bayar utang Rp 500 jutaan. Tapi sekarang yang punya modal Dablu. Per hari 5 dus sekitar Rp 7 jutaan,” ucapnya.
Setelah mendengar keterangan Gilang, seluruh miras yang ada di tempat penjualan langsung diangkut Satpol PP. Meski demikian, jika terbukti Gilang berjualan karena utang ibunya Dedi tidak akan membuat rugi dan membayar miras tersebut.
“Tapi sekarang miras ini dibawa ke Satpol PP. Saya tidak akan merugikan kamu, kalau benar (untuk bayar utang), semua saya bayar. Tapi tetap ini diproses di Satpol PP,” ujar Dedi.
Saat penggerebekan itu Dedi pun sempat bengong dan merasa heran mengapa aktivitas penjualan miras di kampung tersebut tidak terdeteksi. Ia berharap masyarakat dan aparat bisa lebih peka terhadap berbagai problem sosial yang berdampak pada sebuah kerugian.
"Kok aneh di desa miras bisa lolos padahal aparat lengkap sekali, kok sampai tidak diketahui. Bagaimana kontrol lingkungannya? Ini yang ingin saya perbaiki agar setiap orang memiliki kepekaan terhadap berbagai problem sosial yang menimbulkan sebuah kerugian," ucapnya.
Sementara itu soal bocah F yang kini berada di Ponpes Cireok, Kang Dedi Mulyadi mengatakan ada beberapa faktor penyebab semuanya terjadi hingga meresahkan masyarakat.
Pertama, kata Dedi, sudah terjadi kerusakan jaringan otak karena F kerap mengkonsumsi miras dan obat-obatan sejak kecil. Kedua, kebiasaan F ikut berburu babi hutan sejak kecil membuatnya memiliki karakter yang liar. Terakhir F sejak kecil bergaul dengan orang dewasa yang membawa pengaruh negatif.
“Sehingga diperlukan waktu cukup lama untuk menetralisir seluruh kekuatan negatif dari berbagai hal, pertama pengaruh lingkungan yang kuat, dua pengaruh sifat kekerasan karena sering berburu, ketiga pengaruh miras dan obat-obatan,” ujar Kang Dedi Mulyadi. [kaf]