Bukti lain dari penggunaan Nusantara telah ada sejak zaman Majapahit dapat terlihat dari naskah Sumpah Palapa. Isi Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gajahmada pada 1336 adalah sebagai berikut,
Lamun huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa (Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa).
Baca Juga:
Pebalap Depok Bikin Merah Mutih Berkibar di Mandalika
Jadi, pada masa Majapahit, istilah Nusantara masih dipahami sebagai pulau-pulau yang berada di luar pulau Jawa. Sebab itulah, istilah Nusantara secara bahasa tersusun dari dua kata yakni nusa dan antara.
Nusa bermakna pulau, sementara antara bermakna luar atau seberang. Ada pendapat lain yang menafirkan antara sebagai di antara. Hingga membentuk makna yang selaras dengan makna penggunaan istilah Nusantara pada zaman Majapahit.
B. Istilah Nusantara pernah mencakup negara tetangga
Baca Juga:
Lebih Dekat dengan Lurah Pancoranmas, Mohammad Soleh: Dari Gowes, Sambangi Warga Bantaran Kali
Melanjutkan konsep Majapahit, istilah Nusantara kemudian disebutkan dalam Kitab Negarakertagama. Dalam kitab tersebut, wilayah yang termasuk dalam Nusantara mencakup sebagian besar wilayah Indonesia pada zaman sekarang dan juga negara-negara tetangga.
Negara tetangga yang dimaksud adalah Malaysia, Singapura, Brunei, dan sebagian kecil bagian Selatan. Hingga perkembangan politik pada abad selanjutnya, istilah Nusantara kemudian digunakan dalam cakupan yang lebih luas lagi.
Istilah Nusantara digunakan untuk menggambarkan kesatuan geografi-antropologi kepulauan yang terletak di antara benua Asia dan Australia. Termasuk Semenanjung Malaya yang biasanya tidak mencakup Filipina.