WahanaNews-Jabar | Beberapa hari yang lalu, unggahan salah satu pelanggan PLN menjadi ramai di media sosial karena dirinya mendapat tagihan listrik sebesar Rp80 juta.
Padahal, ia merasa tak ada masalah selama menggunakan layanan PLN sebelumnya.
Baca Juga:
PLN Icon Plus Hadirkan ICONNEXT, Pameran Futuristik Terbesar di Indonesia
Manajer Komunikasi dan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PLN UID Jawa Timur Anas Febrian menjelaskan, tagihan Rp80 juta terhadap pelanggan tersebut merupakan denda karena PLN menemukan adanya kabel tidak standar pada meteran listrik pelanggan.
Anas mengatakan bahwa petugas PLN melakukan kegiatan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2LT) di sebuah perumahan di Surabaya Barat, Jawa Timur, pada Senin (8/8/2022).
Saat memeriksa rumah pelanggan tersebut, PLN menjumpai segel listrik yang rusak atau dalam kondisi terputus.
Baca Juga:
PLN Icon Plus Hadirkan ICONNEXT, Pameran Futuristik Terbesar di Indonesia
"Kami lihat segelnya terputus ternyata. Setelah terputus tindakan yang dilakukan petugas adalah melakukan pemeriksaan meteran atau APP (alat pengukur dan pembatas)," jelas Anas, Jumat (12/8).
Setelah itu, petugas PLN menemukan eror pada meteran dengan minus 28 persen, artinya meteran tidak mengukur dengan normal.
Anas memberi contoh, misalnya meteran normal mengukur 100, akan tetapi karena minus 28 persen, maka hanya terukur 72.
Rupanya, petugas menemukan isolasi hitam di salah satu bagian meteran, tepatnya di kotak terminal.
"Isolasi tidak seharusnya di situ, maka kami buka dan ternyata isolasi itu menutupi kabel kecil yaitu kabel (jumper) yang menghubungkan antara IN dan OUT," jelas Anas.
Ia mengatakan bahwa kabel tersebut bukan standar PLN dan menyebabkan meteran listrik tak berjalan sebagaimana mestinya.
Sementara itu, pelanggan PLN yang mendapat tagihan Rp80 juta itu juga mengaku tidak mengetahui adanya kabel tersebut.
"Masalahnya, setahu saya, meteran adalah milik PLN yang tidak boleh diutak-atik sehingga kami sekeluarga pasti tidak pernah mengutak-atik," tulisnya.
Ia juga mengaku telah membeli rumah tersebut selama 12 tahun.
Terkait hal tersebut, Anas mengatakan bahwa ada pemilik awal yang telah menempati rumah tersebut sebelumnya.
Namun, ia menjelaskan, pihaknya tidak mungkin melakukan pengecekan untuk mencari pelaku pemasangan kabel.
"Sehingga ketika melakukan P2TL, prinsip yang kami kedepankan adalah apa yang kami dapatkan, apa yang kami temukan. Jadi kita tidak berbicara ini bukan saya, siapa pelakunya, ini akan panjang," jelas Anas.
Pasalnya, imbuh Anas, pelanggan PLN memiliki tanggung jawab untuk turut menjaga instalasi listrik, yang dalam kasus ini adalah meteran.
Merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2017 dan Peraturan Direksi PT PLN Nomor 088-Z.P.DIR.2016, temuan di rumah pelanggan tersebut termasuk dalam kategori Pelanggaran Golongan II (P2). Yakni, jika pada APP terpasang ditemukan satu atau lebih fakta yang dapat memengaruhi pengukuran energi.
"Dalam hal ini temuan kabel (jumper) yang menyebabkan eror meter -28 persen," pungkasnya.[zbr]