Jabar.WahanaNews.co - Beberapa waktu lalu sempat viral keluhan seorang pelanggan PLN yang didenda hingga Rp33 juta karena pelanggan tersebut dituding telah melakukan penggantian meteran listrik tanpa seizin PLN.
Sebelumnya pada Juni 2022, juga sempat viral pelanggan PLN mendapat denda Rp68 juta karena dituding telah merusak segel meteran listrik. Namun pada akhirnya, denda tersebut dibatalkan karena PLN tidak menemukan keanehan pada pemakaian listrik.
Baca Juga:
PLN Icon Plus Hadirkan ICONNEXT, Pameran Futuristik Terbesar di Indonesia
PLN pun mengimbau seluruh pelanggan untuk menggunakan listrik secara benar demi kenyamanan dan terhindar dari pelanggaran pemakaian listrik. Untuk itu, PLN memberikan tips untuk mengenali jenis-jenis pelanggaran dalam pemakaian listrik agar terhindar dari sanksi/denda.
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan PLN, Gregorius Adi Trianto mengatakan, secara umum terdapat tiga jenis tagihan pelanggan, yakni tagihan pemakaian listrik bulanan, tagihan susulan dikarenakan kelainan pengukuran, dan tagihan susulan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL).
“Tagihan penggunaan listrik pasca bayar dihitung berdasarkan penggunaan listrik secara bulanan, di mana pelanggan akan membayar di akhir periode pemakaian listrik. Sementara pelanggan prabayar membayar sesuai kebutuhan di awal pemakaian,” ujarnya dalam siaran pers, dikutip Kamis (26/10/2023).
Baca Juga:
PLN Icon Plus Hadirkan ICONNEXT, Pameran Futuristik Terbesar di Indonesia
Ia menjelaskan, untuk tagihan susulan akibat kelainan pengukuran pemakaian listrik, terjadi bila ada kerusakan pada kWh meter PLN. Sehingga, pemakaian listrik yang tidak terukur akan ditagihkan. Selain itu, ada pula tagihan susulan P2TL karena ditemukannya pelanggaran pemakaian tenaga listrik di sisi pelanggan.
“PLN secara rutin melakukan penertiban P2TL untuk memastikan kWh meter berfungsi baik, selain itu petugas P2TL juga akan melakukan pemeriksaan terhadap jaringan listrik PLN yang menuju rumah serta pemakaian listrik pelanggan itu sendiri,” tambahnya.
Gregorius juga menjelaskan, terdapat 4 (empat) jenis golongan pelanggaran pemakaian listrik.
• Pelanggaran Golongan I (P-I) yaitu pelanggaran yang memengaruhi batas daya, seperti memperbesar ukuran Miniature Circuit Breaker (MCB) pada meteran listrik sehingga daya listrik pelanggan lebih besar dibanding dengan daya langganannya.
• Pelanggaran Golongan II (P-II), yaitu pelanggaran yang memengaruhi pengukuran listrik pada kWh meter, seperti memperlambat putaran meteran.
• Pelanggaran golongan III (P-III) yaitu pelanggaran yang memengaruhi batas daya dan pengukuran energi. Sebagai contoh, menyambung langsung ke instalasi pelanggan tanpa melalui pengukuran dan tanpa pembatas daya.
• Pelanggaran golongan IV (P-IV) yaitu pelanggaran yang dilakukan oleh bukan pelanggan. Contohnya, mengambil listrik srcara langsung dari jaringan PLN secara tidak sah (nyantol) untuk keperluan yang tidak teregister ke PLN.
Ia pun mengimbau agar pelanggan selalu mengajukan secara resmi kepada PLN jika ada kebutuhan layanan kelistrikan melalui aplikasi PLN Mobile. Menurutnya, penggunaan listrik secara tidak sah berpotensi menimbulkan risiko terjadinya bahaya kelistrikan, seperti korsleting dan kebakaran.
Setelah pelanggan mengajukan secara resmi, maka petugas PLN akan menindaklanjuti dengan melakukan survei ke lokasi pelanggan untuk menindaklanjuti setiap layanan yang dibutuhkan. Setiap biaya yang timbul dari layanan kelistrikan hanya bisa dibayar melalui saluran pembayaran resmi PLN, seperti PLN Mobile, Payment Point Online Bank (PPOB), dan marketplace.
“Kami mengajak seluruh pelanggan bersama dengan PLN menjaga kWh Meter dan jika ada kendala atau gangguan segera laporkan melalui PLN Mobile yang sudah menyediakan berbagai fitur layanan dengan mudah,” kata Gregorius.
Dia juga menambahkan, untuk perhitungan biaya denda atau tagihan susulan akibat temuan saat pemeriksaan P2TL, dihitung berdasarkan jenis tarif, daya terpasang dan jenis pelanggarannya.
[Redaktur: Mega Puspita]