Jabar.WahanaNews.co | Hubungan para pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, tengah memburuk.
Setidaknya, ada 2 penyebab utama yang melatarbelakanginya.
Baca Juga:
Kinerja Pendapatan Negara Tahun 2024 Masih Terkendali, Menkeu: Ada Kenaikan Dibanding Tahun 2023
Institusi yang sempat menjadi lembaga negara tertinggi di Indonesia itu mendesak Presiden Joko Widodo alias Jokowi mencopot Sri Mulyani dari posisinya.
Pimpinan MPR menilai perempuan yang disapa Ani tersebut tak cakap dalam mengatur keuangan negara.
Sejumlah pimpinan MPR, termasuk Bambang Soesatyo, telah angkat suara terkait terkait kekecewaan terhadap Sri Mulyani.
Baca Juga:
Hadiri Rakornas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tahun 2024, Menkeu: Awal Sinergi yang Baik
Lantas, apa sih sebenarnya yang menjadi penyebab munculnya perseteruan ini?
1. Sri Mulyani Dianggap Tak Menghargai MPR
Orang nomor satu di MPR, Bambang Soesatyo alias Bamsoet, menjelaskan, para pimpinan MPR RI dalam Rapat Pimpinan MPR RI meminta Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menghargai hubungan antar lembaga tinggi negara.
Pasalnya, Sri Mulyani beberapa kali tidak datang memenuhi undangan rapat dari pimpinan MPR RI dan Badan Penganggaran MPR RI, tanpa adanya alasan yang jelas.
Padahal, kehadiran Menteri Keuangan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan koordinasi dengan MPR RI sebagai lembaga perwakilan rakyat yang diisi oleh 575 anggota DPR RI dan 136 anggota DPD RI.
"Sebagai Wakil Ketua MPR RI yang mengkoordinir Badan Penganggaran, Pak Fadel Muhammad merasakan betul sulitnya berkoordinasi dengan Menteri Keuangan," kata Bamsoet, sapaan akrabnya.
"Sudah beberapa kali diundang oleh Pimpinan MPR, Sri Mulyani tidak pernah datang. Dua hari sebelum diundang rapat, dia selalu membatalkan datang. Ini menunjukkan bahwa Sri Mulyani tidak menghargai MPR sebagai lembaga tinggi negara," jelas Bamsoet lagi.
Bamsoet menjelaskan, beberapa kali Badan Anggaran MPR juga mengundang Sri Mulyani rapat untuk membicarakan refocusing anggaran penanggulangan Covid-19.
Tetapi setiap diundang tidak hadir.
Padahal, MPR RI senantiasa mendukung berbagai kinerja pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 serta pemulihan ekonomi nasional.
2. Anggaran MPR Dipotong
Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI, Fadel Muhammad, kecewa kepada Menteri Keuangan karena telah memotong anggaran lembaganya di saat pimpinan MPR bertambah dari empat orang menjadi 10 orang.
"Kami di MPR ini kan pimpinannya 10 orang, dulu cuma empat orang, kemudian 10 orang. Anggaran di MPR ini malah turun, turun terus," kata Fadel.
Senada dengan Bamsoet, Ia pun menyerukan kepada Presiden Joko Widodo untuk memecat Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan.
Fadel mengaku juga geram lantaran Sri Mulyani kerap kali tidak menghadiri rapat yang diadakan MPR RI.
"Pimpinan MPR rapat dengan menteri keuangan, kami undang dia, sudah atur waktu semuanya, tiba-tiba dia batalin dua hari kemudian, atur lagi, dia batalin," tutur Fadel.
Klarifikasi Sri Mulyani
Sri Mulyani, melalui Staf Khusus Menkeu Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, membeberkan masalah pemotongan anggaran dan ketidakhadiran atasannya itu dalam rapat.
"Sehubungan dengan pernyataan pimpinan MPR mengenai ketidakhadiran Menteri Keuangan dalam undangan rapat dengan pimpinan MPR membahas anggaran MPR, dapat dijelaskan sebagai berikut," kata Yustinus, membuka penjelasannya.
"Undangan rapat dua kali yaitu tanggal 27 Juli 2021 bersamaan dengan rapat internal Presiden yang harus dihadiri, sehingga diwakili Wakil Menteri Keuangan," terang Yustinus.
Sementara pada agenda rapat kedua Sri Mulyani dan MPR, sambung dia, atasannya tersebut harus kembali menunda pertemuan karena secara bersamaan ada rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR.
"Tanggal 28 September 2021, bersamaan dengan rapat Banggar DPR membahas APBN dan Menkeu harus hadir, dengan demikian diputuskan rapat dengan MPR ditunda," ujar Yustinus.
Yustinus lalu menjelaskan soal pemotongan anggaran MPR oleh Kementerian Keuangan.
Kata dia, penghematan terpaksa dilakukan Sri Mulyani sebagai bendahara negara karena ada pengalihan dana untuk pemulihan dampak Covid-19.
"Mengenai anggaran MPR. Seperti diketahui tahun 2021 Indonesia menghadapi lonjakan Covid-19 akibat varian Delta. Seluruh anggaran kementerian/lembaga harus dilakukan refocusing 4 kali," kata Yustinus.
“Tujuannya adalah untuk membantu penanganan Covid-19 dikarenakan biaya rawat pasien yang melonjak sangat tinggi (dari Rp 63,51 T menjadi Rp 96,86 T), akselerasi vaksinasi (Rp 47,6 T), dan pelaksanaan PPKM di berbagai daerah," imbuh dia.
Menurut Yustinus, banyak anggaran instansi pemerintah juga mengalami pemotongan.
Hal ini agar pemerintah bisa membantu masyarakat yang terdampak langsung pandemi Covid-19.
"Anggaran juga difokuskan membantu rakyat miskin dengan meningkatkan bansos, membantu subsidi upah para pekerja dan membantu UMKM akibat mereka tidak dapat bekerja dengan penerapan PPKM level 4," ucap Yustinus.
Karena adanya beberapa penyesuaian tersebut, membuat anggaran MPR juga perlu direvisi.
Namun tetap dengan mengakomodir jalannya program-program di MPR.
"Anggaran untuk pimpinan dan kegiatan MPR tetap didukung sesuai mekanisme APBN," tutup Yustinus. [gab]