WahanaNews Jabar-Banten | Menurut data dari Bea Cukai
Wilayah Jawa Timur, peredaraan rokok ilegal masih tinggi sebesar 4,2 persen. Angka
ini masih jauh dari target kementerian keuangan di bawah 3 persen.
Data tersebut termasuk peredaran rokok ilegal yang
diproduksi di wilayah Jawa Timur, termasuk Sidoarjo. Tingginya angka peredaran
rokok tanpa pita cukai mengakibatkan kerugian negara. Total kerugian tax
loss atau kerugian pajak dari cukai rokok mencapai 5 triliun rupiah pada
tahun 2020.
Baca Juga:
Kantor Imigrasi Surabaya Tindak Tegas WNA Rusia atas Pelanggaran Keimigrasian
Besarnya kerugian itu akibat dari pengusaha rokok "nakal"
yang tidak mau mengurus izin usaha.
Pada pertemuan antara Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor dan
Kepala Kantor Bea dan Cukai Wilayah Jawa Timur 1, Padmoyo Tri Wikanto serta
perwakilan dari pengusaha rokok Sidoarjo muncul wacana, Pemkab Sidoarjo akan
mencari lahan yang akan dibangun menjadi kawasan pengolahan hasil tembakau.
Kawasan ini nantinya menjadi pusat produksi rokok bercukai
di wilayah Kabupaten Sidoarjo dan langsung dalam pengawasan Kanwil Bea Cukai
Jawa Timur.
Baca Juga:
Pemkab Sidoarjo Salurkan Bantuan Beras 10 Kilogram kepada 778 Keluarga Penerima Manfaat
Bupati Ahmad Muhdlor melihat rencana tersebut sangat bagus.
Pada prinsipnya Bupati Sidoarjo setuju dengan rencana pembagunan kawasan
terpadu pengolahan hasil tembakau, asal mengedepankan win-win solution.
Peralihan tempat produksi ini harus membawa keuntungan pada kedua belah pihak.
"Bagus bila memang dibuatkan kawasan tersendiri, asal
kedua belah pihak saling menguntungkan. Pengusaha juga untung, negara juga
untung," kata Gus Muhdlor, Selasa (24/8/2021).
Kakanwil Bea Cukai Jatim 1, Padmoyo Tri Wikanto membeberkan
usulan rencana pembangunan kawasan terpadu menjadi sentra industri pengolahan
hasil tembakau membutuhkan lahan sekitar 1 hektar.
"Di situ nanti rokok yang keluar akan bercukai semua,
apapun merk-nya. Dan kawasan itu mungkin bisa dibangun lima pabrik rokok dengan
kapasitas produksi pita cukai masing masing maksimal 300 juta batang per tahun.
Adanya kawasan terpadu langsung dalam pengawasan bea dan cukai," terang
Tri Wikanto.
Wacana pembangunan kawasan sentra pengolahan hasil tembakau
mendapat respon positif dari Asosiasi Pengusaha Rokok Sidoarjo (Apersid).
Menurut Muhammad Amin Wahyu Hidayat, Sekretaris Apersid,
keberadaan industri rokok ilegal berdampak pada menurunnya penjualan usaha
rokoknya.
Amin yang juga mewakili para pengusaha rokok legal di
Sidoarjo menuturkan, selama ini hasil produksi rokok mereka yang legal
dipasarkan di luar Jawa. Penjualan turun drastis bila industri rokok ilegal
menjual produknya di tempat yang sama.
"Sangat berdampak pada penjualan rokok kami yang legal
ini, apalagi pemasarannya di daerah yang sama. Mayoritas hasil dari produksi
rokok di Sidoarjo dijual ke luar Jawa," kata Wahyu.
Mewakili para pengusaha rokok di Sidoarjo yang saat ini
hanya tinggal 50-an perusahaan, turun drastis dari jumlah 215 perusahaan rokok
di tahun 2005. Kata Wahyu, banyak yang sudah gulung tikar karena tidak mampu
bersaing dengan rokok ilegal alias rokok tanpa cukai.
"Banyak pekerja yang dirumahkan, karena banyak pabrik
yang gulung tikar. Bantuan dana dari bagi cukai dari pemerintah sangat membantu
para pekerja. Dana itu kita manfaatkan untuk para karyawan," ujarnya.
Wahyu dan kawan-kawan sesama pengusaha rokok mengapresiasi
atas ketegasan pemerintah dalam memberantas rokok ilegal. Wacana pembangunan
kawasan pengolahan hasil tembakau juga dinilai Wahyu bisa menjadi solusi
menekan peredaran dan produksi rokok ilegal di Sidoarjo.
"Tidak mudah melacak produksi rokok ilegal, karena
diproduksi di dalam rumah, makanya kita dukung pemerintah memberantas peredaran
rokok ilegal ini," kata Wahyu. (Tio)