Namun, menurut dia, 1.249 petani milenial yang diwisuda telah membuktikan konsistensinya dan pantang menyerah.
Mereka memiliki pendapatan minimal yang setara upah minimum kabupaten/kota di lokasi usahanya. Para petani milenial yang mengikuti program ini sejak awal hingga inaugurasi memiliki berbagai macam latar belakang.
Baca Juga:
Polda Kalsel Berhasil Selamatkan 463.299 Petani dari Peredaran Pupuk Ilegal
Ada yang memang berasal dari keluarga petani, ada yang lulusan sarjana non-pertanian seperti psikologi dan sastra, ada yang berprofesi sebagai dosen, mahasiswa, seniman, hingga ibu rumah tangga.
Ridwan Kamil menegaskan, Program Petani Milenial bukanlah program karpet merah yang bisa langsung menghasilkan keuntungan secara instan dan tanpa rintangan.
Program ini diibaratkan pendakian gunung yang harus selalu didampingi pemerintah lewat penyaluran anggaran, pelatihan, penyediaan lahan dan teknologi, sampai pemasaran.
Baca Juga:
Kekeringan Ancam Panen Padi di Labura, Petani Terancam Rugi
Kendati demikian, dia yakin, pada tahun-tahun berikutnya jumlah petani milenial yang berhasil dan diwisuda akan semakin bertambah. Tentunya, dengan diiringi evaluasi.
“Jadi ada keberhasilan, ada juga kekurangsempurnaan yang terus kita perbaiki," katanya. "Tapi saya optimistis. Boleh dicek dengan provinsi lain, yang paling produktif melahirkan anak muda kembali bertani di desa adalah Jabar,” ujar dia melanjutkan.
Menurut Ridwan Kamil, dengan konsistensi Program Petani Milenial, rata-rata usia petani di Jabar ke depannya bisa digantikan oleh generasi muda di bawah usia 40 tahun. Saat ini 70 persen petani di Jabar rata-rata berusia 70 tahun.