WahanaNews-Sukabumi | Kasus demam berdarah (DBD) di Sukabumi mengalami kenaikan di awal Januari 2022. Atas hal tersebut warga diimbau waspada dengan menjaga kebersihan lingkungan dan rumah.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Sukabumi Lulis Delawati mengatakan hingga awal bulan ini ada sebanyak 39 orang dinyatakan terkena DBD. Dari jumlah tersebut mayoritas pasien merupakan kalangan anak-anak.
"Data DBD tahun 2022 sampai 24 Januari ada 39 kasus," kata Lulis saat dihubungi, Rabu (26/1/2022).
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Lebih lanjut, berdasarkan data yang diperoleh dari Dinkes Kota Sukabumi selama tahun 2021 ada 427 kasus DBD, tiga di antaranya meninggal dunia. Tahun 2020 lebih banyak dengan jumlah kasus 651, empat orang meninggal dunia.
Pihaknya mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk tetap mejaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar. Dia menjelaskan, virus dengue ini menyebar dan ditularkan melalui vektor nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus.
"(Imbauan pemerintah) Walikota mengeluarkan SE ke OPD dan Kecamatan, Kelurahan untuk melaksanakan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) 3M plus dan G1R1J (Gerakan 1 rumah 1 jumantik)," ujarnya.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Dari salinan surat imbauan tersebut dijelaskan, pemberantasan sarang nyamuk atau PSN 3M plus dan gerakan 1 rumah 1 jumantik (G1R1J) dilakukan untuk menyikapi Kejadian Luar Biasa (KLB) saat naiknya kasus DBD di musim pancaroba. Adapun 3M yang dimaksud yaitu menguras, menutup, memanfaatkan kembali atau mendaur ulang.
Terkait upaya fogging (pengasapan), dia menyebut akan dilakukan setelah adanya penyelidikan epidemiologi. Mengingat fogging menggunakan insektisida hanya akan membunuh nyamuk dewasa dan dapat membahayakan kesehatan manusia.
Selain itu, fogging juga bukan strategi utama dalam pencegahan DBD. Pandemi COVID-19 pun masih berlangsung, alhasil fogging tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan kerumunan.
"Fogging fokus akan kita laksanakan bila setelah penyelidikan epidemiologi perlu dilakukan fogging," ujarnya.
[kaf]