WahanaNews-Sukabumi | Dalam ruangan seukuran kurang lebih 6x5 meter, terlihat para narapidana tengah asik dengan kain dan mesin jahitnya.
Mereka sibuk mengasah keterampilan di balik sel penjara dan berharap hal itu bisa menjadi bekal untuk kehidupannya di masa yang akan datang.
Baca Juga:
Pemkab Dairi Gelar Rapat Koordinasi Desk Pilkada Dairi, Ini Kesiapannya
Komar Sumarna, narapidana kasus narkotika yang berusia 54 tahun terlihat sudah terampil menggunakan alat ukur kain sekaligus mesin jahit.
Bahkan, ia sudah menjadi pelatih saat warga binaan lain ingin mengikuti kursus itu.
"Tiap harinya di sini, sore kembali ke sel, dan malamnya ada kegiatan tarawih sama pengajian tadarusan. Kan ada pelatihan, jadi saya belajar ada setahun, kalau masa pelatihannya ada tiga bulanan," kata Komar kepada detikJabar di Lapas Kelas IIB Sukabumi, Rabu (20/4/2022).
Baca Juga:
GERAK Menutup Rangkaian Kampanye Bersama Cornelia Agatha dan Bang Doel Rano Karno
Komar divonis 6 tahun 5 bulan, dia menuturkan sudah tiga tahun Lebaran di dalam sel tahanan.
Susah-senang ia lewati hingga mahir dalam satu keterampilan yakni menjahit pakaian.
"Sudah jalan tiga tahun Lebaran di sini. Sekarang udah bisa alhamdulillah (menjahit), lagi produksi baju koko dan gamis," ujarnya sambil sesekali mengusap air mata.
"Ya susahnya kalau belum bisa paham, senangnya kalau sudah paham bisa ngasih tahu ke anak-anak yang lain," sambungnya.
Rencananya, setelah bebas dari lapas, Komar ingin melanjutkan usahanya membuka jasa menjahit. "Justru rencananya saya kalau udah keluar dari sini banyak teman-teman di luar, mereka asal kita mendapatkan sertifikat di sini enggak susah kita dapat kerjaan," katanya.
"Harapannya mungkin supaya bisa menghidupi saya pribadi dan keluarga ya terutama, bisa dibawa keluar," tandasnya.
Sementara itu, Titi Awati selaku instuktur menjahit dari LPK Badami menambahkan, dalam melatih warga binaan dibutuhkan ekstra kehati-hatian.
Dia menggunaan kedekatan emosional dan tidak memandang status mereka.
"Secara psikis memiliki terpaan istilahnya, jadi saya ambil hatinya dulu. Setiap pelatihan itu tidak langsung ke materi, saya bangkitkan dulu keinginannya, mimpi-mimpinya, semangatnya, harapannya saya kumpulkan dulu," kata Titi.
"Setelah mereka merasa senang, menyukai dunia pelatihan apapun yang penting hatinya dibuka dulu bahwa anak-anak di sini sama halnya dengan masyarakat umum. Karena bagi saya mereka bukan penjahat tapi manusia biasa saja," tambahnya.
Dalam satu minggu, para warga binaan ini bisa membuat 80 potong baju koko dan gamis.
Baju-baju tersebut kemudian diperjual-belikan dan sebagian penghasilannya diberikan kepada warga binaan.
Kalapas Kelas IIB Sukabumi Christo Toar mengatakan, para narapidana yang mendapatkan kursus jahit itu sudah melalui tahap seleksi. Ada beberapa kriteria yang diberlakukan pada warga binaan.
"Kuota kami hanya 20 orang yang sudah dipilah. Pertama yang dekat waktu pulang, supaya disisa waktunya mereka punya bekal. Lalu ada wawancara minat dan bakat mereka, kadang-kadang kalau untuk kursus menjahit itu butuh passion ketika tidak ada passion hasilnya akan tidak bagus," pungkasnya. [non]