WahanaNews Jabar-Banten | Belum lama itu salah satu publik figur ibu kota, Deddy Corbuzier mengatakan ia terinfeksi Covid-19 dan mengalami kondisi badai sitokin. Selain Deddy, Raditya Oloan juga mengalami kondisi sama dan tragisnya ia dinyatakan meninggal dunia.
Pada umumnya, setiap pasien Corona berisiko mengalami kondisi tersebut, meskipun telah dinyatakan negatif dari Covid-19. Menurut dokter spesialis penyakit dalam, dr Ceva Wicaksono Pitoyo, SpPD-KP, badai sitokin berasal dari dua kata, yaitu cyto (sel) dan kine (kinetik atau pergerakan).
Baca Juga:
Dinas Kesehatan Yogyakarta Targetkan 30.702 Anak Terima Imunisasi Polio pada PIN 2024
"Itu semacam protein yang dilepaskan sel kekebalan, semacam senjata yang dilepaskan dan alat komunikasi kepada sel yang lain untuk memerintahkan terjadi peradangan," kata dr Ceva dalam Podcast TanyaIDI episode 18, dilansir detikcom, Jumat (27/8/2021).
Pada pasien yang mengalami badai sitokin, beberapa sel dalam tubuh akan mengalami kerusakan. Namun menurut dr Ceva, kondisi itu juga dapat berfungsi sebagai peredam.
Umumnya, badai sitokin dapat terjadi ketika telah melewati hari ke-10. Kondisi itu kemungkinan dapat berlangsung selama 40 hari dan dapat menyerang pada semua organ.
Baca Juga:
Pemkab Batang, Massifkan Pencegahan Kasus Flu Singapura (HFMD)
"Beberapa pasien ada yang mengalaminya saat hari ke-4. Setiap pasien juga mengalami badai yang berbeda, mulai dari badai ringan hingga berat," ungkapnya.
dr Ceva menjelaskan, pada badai yang berat pasien akan mengalami gejala demam, sesak napas, saturasi oksigen semakin menurun, bahkan serangan jantung akibat pergumpalan darah.
Ia menambahkan, sampai saat ini Indonesia belum memiliki alat untuk memprediksi pasien yang berisiko terkena badai sitokin. Namun, ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhinya, salah satunya usia.