WahanaNews-BANDUNG | Para saksi yang dihadirkan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku diperas dengan berbagai modus dalam perkara dugaan suap auditor Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Republik Indonesia (BPKP) RI Provinsi Jawa Barat.
Hal itu disampaikan oleh Mujiono, Kepala Sub Bagian (Kasubag) Keuangan Kecamatan Cibinong dalam persidangan kedelapan yang berlangsung, di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung, Jalan LLRE. Martadinata, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (15/8/2022).
Baca Juga:
Kenang Peran Besar Ade Yasin dalam Program Samisade, Plt Bupati Bogor Sampaikan Hal Ini
Mujiono mengaku sempat dimintai uang oleh auditor BPKP RI Provinsi Jabar, bernama Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah yang kini berstatus tersangka KPK. Menurutnya, Gerry meminta uang senilai Rp 900 juta, yang merupakan asumsi 10 persen dari nilai pagu pekerjaan infrastruktur di beberapa kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Cibinong.
“Setelah permintaan Gerri, saya melaporkan ke Camat, kemudian Camat memanggil lurah. Kemudian saya sampaikan ada permintaan dari BPK, 10 persen dari infrastruktur,” ujar Mujiono.
Mujiono menyebutkan, saat itu semua lurah keberatan dengan adanya permintaan BPK, karena kondisi keuangan yang memprihatinkan. Para lurah, bahkan mengaku siap diaudit secara terang-terangan oleh auditor BPK mengenai seluruh laporan pekerjaan infrastruktur.
Baca Juga:
Divonis 4 Tahun, Hak Politik Ade Yasin Dicabut Lima Tahun
“Jangankan untuk menutupi 900 juta rupiah, untuk menangani Covid-19 warga yang terpapar saja bingung. Gerri tetap meminta uang antara 5 sampai 10 persen. Saya menyampaikan, para lurah siap diperiksa oleh BPK. Lurah tidak ada takutnya,” beber Mujiono.
Saksi lainnya, Ahmad Wildan, Kepala Bidang (Kabid) Anggaran pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bogor, mengaku pernah dimintai uang dengan alasan ongkos ketik oleh auditor BPK bernama Hendra Nur Rahmatullah yang kini juga berstatus tersangka oleh BPK.
Saat itu, Wildan sempat ingin memberikan uang tunai senilai Rp 5 juta, tapi ditolak oleh Hendra dengan alasan nominalnya terlalu kecil.
“Saya berikan awalnya 5 juta rupiah, tapi ditolak oleh Hendra. Tambah lagi karena dua orang katanya, dengan Pak Amir (pegawai BPK). Akhirnya ditambah 5 juta rupiah lagi,” ucap Wildan.
Sementara, Rieke Iskandar, Sekretaris Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Bogor, mengaku memberi uang kepada terdakwa Ihsan Ayatullah, Kepala Sub Bidang Kasda BPKAD Kabupaten Bogor, karena Ihsan dimintai uang oleh auditor BPK.
“Tidak ada temuan di KONI. Ihsan minta tolong, bahasa di teleponnya dia perlu uang buat BPK, bisa bantu tidak 150 juta rupiah. Jadi saya berikan 50 juta rupiah,” terang Rieke.
Terdakwa Ihsan Ayatullah saat dimintai tanggapan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Hera Kartiningsih menyebutkan, bahwa ia dimanfaatkan oleh auditor BPK bernama Hendra untuk meminta uang ke sejumlah pegawai Pemkab Bogor.
Ia juga menegaskan, bahwa penarikan uang yang dirinya lakukan ke pegawai Pemkab Bogor dan pengusaha bukan atas dasar perintah terdakwa Bupati Boor nonaktif, Ade Yasin ataupun mantan bupati Rachmat Yasin (RY).
“Saya melakukan ini tanpa ada permintaan AY dan RY. Selalu saya sampaikan kepada SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) untuk menemui BPK langsung. Saudara Hendra sering memanfaatkan saya untuk meminta uang ke SKPD,” tambah Ihsan.
Hal serupa sebelumnya juga terungkap dalam persidangan pemeriksaan saksi dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Bogor. Mereka menjadi sasaran peras auditor BPK Perwakilan RI Provinsi Jabar.
Hal itu atas penjelasan para saksi yang dihadirkan Jaksa KPK pada persidangan lanjutan perkara dugaan suap auditor BPKP RI Provinsi Jabar, di PN Tipikor Bandung, Jabar, pada Rabu (10/8/2022) lalu.
Gantara Lenggana yang merupakan Kepala Bidang (Kabid) di Dinas PUPR Kabupaten Bogor memberikan kesaksian bahwa terdakwa Maulana Adam, Sekretaris Dinas PUPR, nampak dalam tekanan saat menginstruksikan sejumlah anak buahnya agar mengumpulkan uang untuk auditor BPK Perwakilan RI Provinsi Jabar.
“Beliau mengumpulkan kami, seperti ada beban yang dipikul. Saat itu beban permintaan uang besar dari BPK, kita berembuk,” ungkapnya pada persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Hera Kartiningsih.
Gantara mengaku, terpaksa ikut memberikan iuran dengan uang pribadi sebanyak tiga kali, dengan nominal masing-masing senilai Rp 4 juta. “Saya ingin membantu karena untuk kebersamaan. Ini diberikan untuk BPK. Yang jelas permintaan dari BPK. Itu PUPR iuran,” terang Gantara. (rsy)