WahanaNews-CIREBON | Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon, H. Sofwan, menilai kesepakatan mapping (pemetaan) bersama antara Komisi IV, Dinas Kesehatan (Dinkes) dan BPJS Kesehatan, diduga telah menabrak Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor. 001 tahun 2012.
Ia pun mendesak agar pemetaan rujukan BPJS Kesehatan yang sudah diterapkan tersebut distop. Sebab, dengan dalih apapun, jelas rujukan yang di-mapping itu tidak dibenarkan.
Baca Juga:
BPJS Kesehatan Gelar Sarasehan Sosialisasi Program JKN Bersama Polri dan Bhayangkari
Menurut dia, hal itu jelas-jelas merugikan masyarakat pengguna BPJS Kesehatan, karena hak mereka dikekang karena diarahkan ke rumah sakit (RS) tertentu untuk mendapatkan rujukan atau fasilitas kesehatan (Faskes).
“Apapun alasannya mapping rujukan itu tidak dibenarkan. Jelas menabrak Permenkes 001 tahun 2012, yang hanya mengatur rujukan berjenjang,” tegas Opang, panggilan akrab Sofwan, Kamis (4/8/2022).
Menurut Anggota Fraksi Partai Gerindra itu, jika ditutupnya akses rujukan ke luar daerah dengan alasan agar mengoptimalkan faskes dalam daerah dan untuk pemasukan atau pendapatan daerah, maka benahi dulu pelayanan faskes atau RS yang ada.
Baca Juga:
Program JKN, Solusi Cerdas Persalinan Tanpa Kantong Jebol
Banyaknya warga meminta rujukan berobat ke luar daerah, tambah Opang, karena mereka tidak puas dan tidak nyaman dengan pelayanan faskes yang ada, di Kabupaten Cirebon.
“Kalau ingin masyarakat Kabupaten Cirebon tidak berobat ke luar daerah, maka RS yang ada di Kabupaten Cirebon harus berbenah diri terhadap pelayanan dan fasilitas,” imbuh Opang.
Lebih lanjut, Opang menjelaskan, penggunaan BPJS Kesehatan bisa di mana pun. Artinya, tidak boleh dibatasi seperti yang diterapkan di Kabupaten Cirebon melalui mapping rujukan tadi.
Opang pun sangat menyayangkan, karena kesepakatan ketiga elemen itu yang tidak sesuai dengan peraturan tersebut atau bahkan telah menabraknya.
“(Penggunaan- red) BPJS Kesehatan itu NKRI. Dinkes, Komisi IV dan BPJS Kesehatan tidak boleh sewenang-wenang membuat aturan yang tidak sesuai Permenkes, atau perundang-undangan lainnya,” ujar Opang.
Jika alasannya di daerah lain juga menerapkan mapping rujukan BPJS, lanjut Opang, kenapa hal yang melanggar aturan ditiru dan diterapkan juga.
Menurutnya lagi, bisa saja pengguna BPJS Kesehatan melaporkan hal ini ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), karena hak mereka dikekang, dibatasi atau diatur melalui mapping rujukan tadi.
“Kenapa harus mengikuti sesuatu yang mestinya tidak boleh. Kalau pengguna BPJS yang mandiri menggugat ke YLKI apa Kepala Dinkes mau tanggung jawab? Kecuali seluruh peserta BPJS, baik PBI maupun mandiri dibiayai oleh Pemkab Cirebon. Jadi saya minta, sudahilah penerapan mapping rujukan ini. Jelas ini nggak benar,” pungkasnya. (tsy)