WahanaNews-Jatinangor | Setelah harga minyak goreng melonjak, giliran tahu dan tempe dalam negeri diprediksi mengalami kenaikan pada Maret mendatang.
Kenaikan harga tempe dan tahu dipicu oleh melonjaknya harga kedelai internasional sebagai bahan baku dari tempe dan tahu.
Baca Juga:
Dua Kecamatan ‘Clear’ Rekapitulasi, Ketua KPU Kota Bekasi Klaim Pleno Terbuka Kondusif
Hal itu disampaikan oleh Direktur Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan dalam konferensi pers virtual, Jumat (11/1/2022).
"Kondisi kedelai di dunia saat ini terjadi gangguan suplai," ujat Oke Nurwan, dilansir dari Antara.
Salah satu penyebabnya, kata Oke, yakni Brasil yang mengalami penurunan produksi kedelai.
Baca Juga:
Mulai Minggu Ini, Deretan Film Blockbuster Big Movies Platinum GTV Siap Temani Akhir Tahunmu!
"(Brasil) awalnya diprediksi mampu memproduksi 140 juta ton pada Januari, menurun menjadi 125 juta ton. Penurunan produksi ini berdampak pada kenaikan harga kedelai dunia," tutur Oke.
Inflasi di Amerika Serikat yang mencapai 7 persen, menurut Oke juga berdampak pada kenaikan harga daripada input produk kedelai.
Selain itu, petani kedelai di Amerika Serikat juga menaikkan harga lantaran ada pengurangan tenaga kerja, kenaikan biaya sewa lahan, serta ketidakpastian cuaca di negara produsen kedelai tersebut.
"Dari data Chicago Board of Trade (CBOT), harga kedelai pada minggu pertama Februari 2022 mencapai 15,77 dolar AS per bushel atau angkanya sekitar Rp11.240 per kilogram (kg) kalau ditingkat importir dalam negeri," kata Oke.
Oke memperkirakan harganya akan terus mengalami kenaikan hingga Mei 2022 yang bisa mencapai 15,79 dolar AS per bushel.
Selanjutnya, akan terjadi penurunan pada Juli 2022 ke angka 15,74 dolar AS per bushel di tingkat importir.
Harga kedelai dunia yang naik itu akan berdampak pada kenaikan harga kedelai di tingkat perajin tahu dan tempe di dalam negeri.
"Dan hal ini akan mempengaruhi ujungnya adalah harga produk turunan dari kedelai, yang utama disini adalah harga tempe dan tahu," ujar Oke.
Berdasarkan data Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), harga kedelai saat ini adalah Rp10.800-Rp11.000 per kg.
Sementara stok kedelai di importir saat ini sekitar 140.000 ton pada Februari dan akan masuk lagi 160.000 ton.
Sehingga, pasokan kedelai diperkirakan cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri hingga dua bulan ke depan.
Oke menyebut, kebutuhan kedelai Indonesia saat ini 80 persen dipasok dari luar negeri atau impor, karena produksi dari dalam negeri belum mencukupi.
Sebagai perkiraan awal, lanjut Oke, harga tempe akan berkisar antara Rp10.300-Rp10.600 per kg. Sementara harga tahu sebesar Rp52.450-Rp53.700 per papan atau Rp650-Rp700 per potong.
Namun demikian, Oke menegaskan bahwa pemerintah akan menjaga ketersediaan kedelai walaupun harganya tinggi.
"Karena kami paham kedelai ini menjadi salah satu barang pokok yang menjadi kebutuhan utama masyarakat Indonesia dikaitkan dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang mengonsumsi tahu dan tempe," kata Oke.
Di lapangan, kenaikan harga kedelai sebagai bahan baku dari tempe dan tahu khususnya kedelai impor memang sudah terpantau terus naik. Salah satunya di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Kini harga kedelai impor 1kg di Kudus mencapai Rp11.000 dari harga normal sebelumnya berkisar Rp6.500/kg.
"Kenaikan harganya bertahap. Sejak pertengahan 2021, sudah naik berkisar Rp9.000-an per kilogramnya," kata Manajer Primer Koperasi Tahu-Tempe Indonesia (Primkopti) Kabupaten Kudus Amar Ma'ruf di Kudus, Sabtu (12/2).
"Sedangkan, awal pekan ini harga jual di pasaran berkisar Rp10.900/kg, kemudian per Jumat (11/2) naik menjadi Rp11.000/kg," lanjutnya.
Menurutnya, penyebab tingginya harga jual komoditas impor tersebut di antaranya karena hasil panen dari negara asal berkurang sehingga harga di pasaran negara asal juga naik serta adanya kenaikan indeks.
Naiknya harga jual kedelai impor membuat produsen tahu tempe di Kudus sudah melakukan penyesuaian baik ukuran produk maupun harga jualnya.
"Permintaan kedelai impor di tempat kami juga cukup stabil dengan rata-rata 15 ton per harinya. Sebelum pandemi permintaannya memang cukup tinggi mencapai 20-an ton per hari," tutur Amar.
Sebetulnya, kata Amar, perajin tahu dan tempe memiliki alternatif kedelai lokal, namun harga jualnya hampir sama.
Pedagang lebih memilih kedelai impor karena selain lebih bersih juga ada jaminan stok tersedia secara berkelanjutan, dibandingkan kedelai lokal. [rda]