WahanaNews-Jatinangor | Kantor adalah tempat kedua di mana kita menghabiskan banyak waktu selain di rumah. Seperti halnya rumah, kita juga membutuhkan lingkungan kerja yang nyaman supaya bisa produktif dan betah berlama-lama di tempat tersebut.
Lingkungan kerja yang beracun bisa membuat kita merasa tidak nyaman, baik terhadap suasana kerja, atasan, rekan kerja, ataupun sistem yang berlaku di kantor.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Psikolog kesehatan klinis Amy Sullivan membeberkan cara mengenali tanda-tanda lingkungan kerja yang toxic.
Namun menurut Sullivan, menganalisis setiap detail untuk mengetahui penyebab lingkungan bekerja beracun tidak lebih penting dari apa yang kita rasakan di tubuh.
"Orang mengetahui ketika mereka berada di lingkungan kerja yang beracun karena kita memerhatikan apa yang dirasakan tubuh, serta respons fisik lainnya," tutur dia.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Demi mengetahui apakah kita berada di lingkungan kerja yang toxic atau tidak, kita perlu bertanya kepada diri sendiri: apakah tempat kerja kita selaras dengan nilai-nilai yang kita anut?
"Sistem nilai kita pada dasarnya adalah keyakinan inti dan nilai inti kita, hal-hal yang penting bagi pribadi kita," kata Sullivan.
"Keyakinan inti adalah nilai-nilai kuat yang tidak ingin kita goyahkan."
Tanda-tanda di lingkungan yang toxic
Berikut adalah beberapa petunjuk yang menandakan kita berada di lingkungan kerja yang buruk.
1. Reaksi usus membuat mual
Reaksi usus kita intuitif, tetapi itu juga menunjukkan perasaan ada sesuatu yang aneh. Entah cara kita diajak bicara, atau saat kita tidak disertakan," ucap Sullivan.
Pada saat kita mengalami perasaan tidak menyenangkan ini, cobalah berjalan kaki, menghirup udara segar dan mengeluarkan emosi dengan memandang situasi dari berbagai sisi.
Jika kita masih merasa mual atau mengalami perasaan yang tidak enak secara teratur, kita mungkin bekerja di lingkungan yang beracun.
2. Kesulitan tidur karena otak terus berpikir
Sulit tidur adalah tanda bahaya yang menunjukkan ada sesuatu yang salah dengan diri kita.
Lebih parahnya lagi, jika kita berangkat tidur namun tidak bisa berhenti memikirkan situasi yang terjadi di tempat kerja, atau memiliki kecemasan untuk kembali bekerja keesokan harinya.
"Tidur itu memulihkan. Tidur membantu meremajakan dan regenerasi tubuh kita."
"Jika kita tidak memiliki itu, maka kita tidak dapat berpikir dan merespons keesokan harinya," jelas Sullivan.
Susah tidur juga bisa disebabkan oleh kekhawatiran kita.
"Kita terus-menerus melihat seolah-olah situasi tempat kerja yang tidak nyaman adalah masalah kita, tidak berpikir mungkin ada masalah dengan lingkungan tempat kerja," imbuh Sullivan.
3. Otot menegang, nyeri sendi, atau migrain
Perasaan tegang di seluruh tubuh pada otot, punggung, dan persendian jangan dianggap sepele.
Jika dibiarkan, ketegangan di bagian-bagian tersebut dapat berkembang menjadi berbagai masalah lain yang lebih serius.
"Ketegangan otot dapat menyebabkan nyeri kronis, migrain, dan sensasi lain yang tidak terasa enak," kata Sullivan.
4. Agresi mikro di tempat kerja
Di lingkungan kerja yang beracun, kita tidak selalu melihat masalah kekerasan fisik. Kekerasan bisa datang dalam bentuk agresi mikro atau agresi kecil.
Agresi mikro adalah diskriminasi terhadap kelompok yang terpinggirkan, khususnya kelompok yang berbeda jenis kelamin, ras, etnis, atau orientasi seksual.
"Kelompok yang terpinggirkan lebih cenderung mendapat diskriminasi."
"Sangat penting bagi kita untuk memberikan perhatian khusus terhadap perasaan populasi yang beragam di suatu lingkungan, bahwa mereka didengar dan kita saling menjaga satu sama lain." papar Sullivan.
5. Adanya sikap merasa berhak di kantor
Apabila pendapat tidak dihormati atau didengar, pekerjaan tidak dihargai, atau tidak memeroleh kompensasi yang adil, kemungkinan kita menghadapi orang-orang yang memiliki rasa berhak (attitude of entitlement).
Attitude of entitlement merupakan karakteristik kepribadian yang didasarkan pada keyakinan bahwa seseorang berhak mendapatkan perlakuan atau pengakuan khusus atas sesuatu yang tidak diperoleh.
Dengan kata lain, orang-orang dengan pola pikir ini meyakini dunia berutang kepada mereka tanpa pernah memberikan imbalan apa pun.
Menurut Sullivan, attitude of entitlement menyebabkan karyawan merasa diabaikan dan kurang dihargai.
6. Kurangnya antusiasme dan kesempatan berkembang
Jika kita berada di posisi yang sulit, atau kita merasa tidak berkembang dalam peran di kantor, cobalah mencari bantuan.
"Kita harus bisa berkomunikasi dengan tim administrasi atau siapa pun yang berada di atas kita."
"Lalu, mendapatkan masukan tentang apa yang kita lakukan dengan baik dan apa hal-hal yang harus ditingkatkan," saran Sullivan.
"Juga, beri mereka gambaran tentang bagaimana kita melihat masa depan kita. Kita ingin merasa didengar dan pekerjaan kita dihargai."
7. Ekspektasi yang tidak masuk akal dari atasan
Jika kita bekerja hingga larut malam setiap hari, bahkan juga harus bekerja di akhir pekan tanpa kompensasi, kemungkinan atasan berusaha mengambil keuntungan dari karyawan.
"Lingkungan kerja yang beracun adalah lingkungan di mana tidak ada komunikasi dan atasan tidak menghormati atau responsif terhadap kebutuhan kita," kata Sullivan.
"Saya rasa kita harus bisa berkomunikasi. Kita harus bisa meminta bantuan."
8. Kehidupan pribadi dan kerja yang tidak seimbang
Banyak dari kita yang bekerja di rumah, di mana batasan antara pekerjaan dan kehidupan sehari-hari menjadi samar.
Tetapi, ketidakseimbangan antara kehidupan sehari-hari dan pekerjaan bukan hanya terjadi saat kita bekerja dari rumah, melainkan juga ketika kita mengalami stres saat tidak bekerja.
"Ketika kita memikirkan lingkungan kerja yang beracun, hal itu memengaruhi orang-orang yang kita sayangi dan pada akhirnya memengaruhi kesehatan kita," ungkap Sullivan.
Mengatasi lingkungan kerja toxic
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu kita mengelola beberapa gejala akibat berada di lingkungan kerja beracun, sehingga kita dapat keluar dari situasi tersebut.
1. Carilah rekan kerja yang mendukung
Pertama, andalkan persahabatan di antara rekan kerja kita.
Jika kita menyadari kita bekerja di lingkungan yang beracun, kemungkinan kita tidak sendirian.
Maka, cobalah menjadi sekutu bagi orang-orang yang mengalami diskriminasi di tempat kerja, atau berhubungan dengan mereka yang peduli dengan kita.
"Memiliki sekutu atau teman kerja yang kita percayai membantu kita merasa terhubung, didukung, dan tidak sendirian," kata Sullivan.
2. Mengikuti program pelatihan karyawan
Beberapa perusahaan menawarkan program pelatihan karyawan dan kita bisa meminta program itu pada bagian SDM.
"Ada pelatih yang akan membantu kita menguraikan berbagai hal dan melihat bagaimana kita berkontribusi pada lingkungan, dan bagaimana kita dapat mengubah pola pikir serta menetapkan tujuan," tutur Sullivan.
"Cobalah mengevaluasi apa yang kita alami dengan orang yang tidak memihak."
3. Luangkan waktu untuk diri sendiri
Lakukan sesuatu untuk diri sendiri, seperti ritual perawatan diri, berfokus pada suatu proyek, atau sekadar bersantai dan rehat dari segala urusan kantor.
Dengan meluangkan waktu, kita dapat menyeimbangkan kehidupan sehari-hari dan pekerjaan sekaligus memberi ruang untuk melakukan kegiatan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pekerjaan.
"Selalu berusaha untuk menuju kebahagiaan yang kita inginkan," lanjut Sullivan.
4. Ketahui kapan waktunya mengundurkan diri
Jika kita sudah mencoba mengatasi beberapa masalah tetapi tidak ada yang berubah, itulah waktu yang tepat untuk mengundurkan diri.
"Jangan puas dengan lingkungan kerja yang beracun. Itu tidak sebanding dengan kesehatan fisik atau psikologis kita atau hubungan penting kita," sebut Sullivan.
"Ada beberapa cara mengelola emosi, tetapi jika kita tidak dihargai, tidak baik untuk terus berada di lingkungan itu." [rda]