WahanaNews-Jatinangor | Sebuah warung kopi yang terletak di pinggir jembatan di Dusun Caringin RT03/11, Desa Sayang, sering kali didatangi mahasiswa.
Di kawasan pendidikan Jatinangor, Sumedang, para mahasiswa menamai warung kopi ini Warjem alias Warung Jembatan.
Baca Juga:
Lima Pimpinan Baru KPK Ditetapkan, Setyo Budiyanto Jadi Ketua
Warung ini selalu ramai, meski tak ada yang spesial.
Kopi yang disajikan pun hanya kopi saset yang diseduh dengan air mendidih dari langseng di meja saji.
Tetapi, justru itulah daya tariknya.
Baca Juga:
Penjualan Anjlok, Pizza Hut Indonesia Tutup 20 Gerai dan Pangkas 371 Karyawan
Kopi seduh dadakan, Dan yang terpenting, harganya murah.
Tak suka kopi? Minuman lain seperti susu panas atau air jeruk instan juga ada.
Sambil menikmati kopi, pengunjung bisa pula menikmati camilan hangat berupa gorengan
Ada bala-bala, gorengan tempe, atau gehu.
Jika camilan belum cukup, ada bubur ayam, bubur kacang hijau, nasi goreng, nasi orak-arik, dan mi rebus yang bisa dipesan dan disajikan dadakan pula.
"Tiap hari selalu penuh mahasiswa. Ada juga masyarakat di sekitar ini, ada juga pelajar. Warjem ini buka 24 jam," kata Juhana (42) pemilik Warjem di lapak dagangannya, Minggu (6/3/2022).
Juhana yang warga Desa Dukuh Loh, Kecamatan Sindang Agung, Kabupaten Kuningan ini telah membuka warung tersebut sejak tahun 2007.
Bermodal Rp 10 juta, dia mengontrak bangunan warung seluas 2,5 x 4 meter.
Uang Rp6 juta dipakai biaya kontrakan setahun, sisanya dipakai modal beli perkakas dan bahan olahan.
"Begitulah, dua tahun pertama berjalan biasa saja. Tahun 2009 mulai terasa ada perubahan, semuanya dimudahkan, bahkan mulai punya pegawai, tiap tahun tambah satu pegawai," kata ayah dua anak, Mohamad Rizki Aulia Ramadan (12) dan Rafiski Haikal Januar (2) ini.
Suasana ramai di Warjem alias Warung Jembatan di Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Minggu (6/3/2022) petang.
Juhana mengontrak bangunan tersebut sampai tahun 2017.
Tahun 2018, dia bisa membeli bangunan yang semula dia kontrak.
Bahkan kini dia memperluasnya menjadi berukuran 7x5 meter.
"Sekarang tinggal suksesnya. Dalam sehari omzet sekitar Rp 4-5 juta. Mungkin uang bersihnya, sudah dipotong belanja dan gaji pegawai, Rp 1 juta. Jadi sebulan bersihnya sekitar Rp 30 juta," kata Juhana.
Minggu petang, hujan mengguyur Jatinangor.
Suara ujung-ujung hujan berkelindan dengan cekatannya tangan Juhana melayani pelanggan yang duduk-duduk hanya di bangku kayu.
Warjem menjadi buruan semua orang, apalagi harga-harganya murah, dari mulai gorengan yang Rp 1.000 hingga nasi goreng Rp 14 ribu.
Menurut Juhana, dalam kondisi pandemi Covid-19 ini penjualannya tetap stabil.
Bagi suami Eti Daiti ini, penggunaan terigu dan minyak goreng untuk pembuatan gorengan beragam varian tetap sama.
Dalam sehari habis sekarung terigu 25 kilogram dan 10 kilogram minyak goreng.
"Pandemi Covid-19 ini memang mahasiswa tidak ke kampus di sekitar Jatinangor, tapi mahasiswa tetap ada, tetap ke Warung Jembatan ini. Paling hilangnya pelanggan hanya sekitar 25 persen," kata Juhana.
Aulia Dwi Purnama (23) Mahasiswi UIN Bandung yang berkunjung ke Warjem, mengatakan, bahwa dia sangat sering nongkrong di tempat itu.
Selain karena dekat dengan rumah, kudapan di warung tersebut murah.
"Ya kalau ke sini seringnya sama teman, atau tempat ini jadi tempat pertemuan dengan teman-teman," kata Aulia, Minggu (6/3/2022).
Rizki Riani (22) Tenaga Non Medis di Puskesmas Pamulihan yang ke Warjem bersama Aulia membenarkan perkataan temannya.
Dia merasa nyaman jika bertemu teman di tempat itu.
"Dulu sering, cuman sekarang sibuk, baru hari ini bisa ketemu lagi dengan teman di tempat ini. Memang dari SMA sering ke sini," ujar Rizki, Minggu (6/3/2022). [rda]