WahanaNews Jabar-Banten | Sebuah fenomena muncul saat ini di kalangan crazy rich RI. Di mana para konglomerat kini beramai-ramai mencaplok saham rumah sakit.
Misalnya, emiten PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) milik keluarga Sariaatmadja. Grup Emtek akhir-akhir ini dengan mengakuisisi emiten-emiten pengelola rumah sakit (RS) Tanah Air.
Baca Juga:
Pembuangan Limbah Medis Secara Illegal Digerebek Polda Kalsel
Kabar teranyar, EMTK melalui pengelola Omni Hospitals, PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk (SAME) berencana mengakuisisi mayoritas atau sebanyak 66% saham pengelola RS Grha Kedoya, PT Kedoya Adyaraya Tbk. (RSGK). Selama ini saham dikendalikan oleh Hungkang Sutedja, anak dari taipan The Ning King.
Hal ini juga diakui Sekretaris Perusahaan SAME Rahmiyati Yahya. Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (9/9/2021), ia mengatakan perseroan sedang bernegosiasi untuk mengakuisisi saham terbesar Kedoya Adyaraya tersebut.
"Kami sedang merencanakan dan dalam tahap negosiasi untuk membeli mayoritas saham atau 66% saham yang ditempatkan dan disetor penuh dalam RSGK," katanya.
Baca Juga:
Sederet Fakta Praktik Bullying PPDS Temuan Kemenkes Dibeberkan Menkes Budi
"Kami juga dalam negosiasi mengambilalih pengendalian atas RSGK dengan beberapa syarat pendahuluan yang harus dipenuhi terlebih dahulu," jelasnya.
Dia menegaskan, tujuan dari rencana akuisisi ini adalah untuk memperluas pelayanan kesehatan SAME di Indonesia. Rencana akuisisi ini akan memperluas kegiatan usaha SAME dalam bidang pelayanan kesehatan dengan membangun dan mengelola rumah sakit di Indonesia.
Mengutip dari CNBCIndonesia, Manajemen SAME menegaskan RSGK tidak memiliki hubungan afiliasi sebagaimana termaktub dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pengumuman negosiasi pembelian ini terjadi bersamaan dengan tanggal pencatatan saham perdana (initial public offering/IPO) RSGK sehari sebelumnya.
Catatan saja, RSGK melepas sebanyak 185.940.000 saham atau setara 20% dari modal ditempatkan dan disetor dengan harga penawaran Rp 1.720 per saham. Adapun potensi total dana IPO RSGK mencapai Rp 319,82 miliar.
Sebelumnya, EMTK juga berhasil 'mencaplok' SAME dengan membeli 71,88% saham SAME pada 30 November 2020, yang mana Grup Emtek membeli 4,24 miliar saham SAME dengan harga Rp 137 per saham, sehingga Emtek menggelontorkan dana Rp 581,01 miliar.
Ekspansi yang terus dilakukan EMTK ke bisnis rumah sakit Tanah Air ini diprediksi bakal semakin memperketat persaingan di ekosistem layanan kesehatan. Selain SAME dan RSGK, ada emiten pengelola RS Siloam yang berada di bawah Grup Lippo milik Keluarga Riady PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO).
Kemudian, emiten pengelola RS Mayapada yang dimiliki taipan Dato' Sri Tahir PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk (SRAJ), emiten pengelola RS Mitra Keluarga milik pendiri PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) Boenjamin Setiawan PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA).
Selain itu, emiten investasi yang didirikan oleh Edwin Soeryadjaya dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) juga memiliki portofolio RS, yakni jaringan RS Primaya Hospital. Primaya Hospital sendiri berada di bawah Awal Bros Group Hospital yang dimiliki oleh pengusaha Arfan Awaloeddin.
Prospek bisnis RS di Tanah Air memang terbilang menjanjikan. Ini ditopang oleh dukungan dana dan komitmen pemerintah, demografi penduduk, masih tingginya kasus Covid-19, belum begitu terpenetrasinya industri kesehatan, sampai potensi pertumbuhan ekosistem kesehatan digital.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 menganggarkan dana Rp 255,3 triliun untuk bidang kesehatan. Namun dengan pandemi virus corona alias Covid-19 yang belum berakhir, angka itu masih mungkin naik lagi.
Tahun ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan realisasi anggaran kesehatan akan mencapai Rp 326,4 triliun. Ini naik dibandingkan pagu awal yaitu Rp 169,7 triliun.
Sementara aanggaran kesehatan 2022 diperkirakan naik 22,7% dibandingkan 2019, kondisi sebelum pandemi. Itu karena kenaikan alokasi iuran JKN dan anggaran reformasi sistem kesehatan.
Demografi penduduk Indonesia juga menjadi salah satu pertimbangan utama yang penting. Mengutip prospektus IPO Kedoya Adyaraya, pertumbuhan penduduk akan menuntut penambahan fasilitas pelayanan kesehatan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan akan terus meningkat, yaitu dari 271 juta jiwa pada tahun 2020 menjadi 294 juta jiwa pada tahun 2030. Dengan semakin meningkatnya populasi penduduk di Indonesia, maka diperlukan tambahan fasilitas pelayanan kesehatan dan penguatan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk mendukung kesehatan Masyarakat Indonesia. (Tio)