WahanaNews Jabar | Pemerintah Kabupaten Sidoarjo terus berupaya melakukan sosialisasi pencegahan dan pemberantas peredaran rokok ilegal.
Salah satunya adalah mensosialisasikan aturan dalam Undang-undang (UU) tentang Cukai ke masyarakat, mulai dari apa yang dimaksud dengan cukai, serta penerapannya dalam produksi rokok, hingga dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT).
Baca Juga:
Sebanyak 15 Ribu Batang Rokok Ilegal Disita Bea Cukai dan Satpol PP Subulussalam
Sosialisasi tersebut juga dipaparkan agar masyarakat mengenal perbedaan ciri-ciri rokok legal dan ilegal, hingga faham rokok bercukai palsu atau tidak.
Acara sosialisasi ini di gencarkan dengan Tema "Pemberantasan Rokok Ilegal di Kabupaten Sidoarjo TA 2021" itu yg hari ini digelar di Balai Desa Tropodo Kecamatan Waru , Selasa (28/9/2021).
Turut hadir dalam acara dengan leading sektor Dinas Kominfo Kabupaten Sidoarjo itu, hasil kerja bareng dengan Bea Cukai Juanda, Dinas Perekonomian Sekdakab Sidoarjo, hingga Satpol PP dan beberapa undangan Warga.
Baca Juga:
Kantor Bea Cukai Gagalkan Peredaran Ratusan Ribu Rokok Ilegal di Sumedang
Masyarakat perlu mengetahui dan faham tentang rokok legal dan ilegal atau bercukai tapi palsu karena sangat merugikan negara.
Termasuk merugikan pendapatan Pemkab Sidoarjo dari sektor cukai produk hasil tembakau atau rokok. Pendapatan Pemkab ini melalui dana DBHCHT ini pada akhirnya juga dinikmati masyarakat.
Sekretaris Bagian Perekonomian Sekdakab Sidoarjo,.Arie Dwiyono mengatakan, penggunaan DBHCHT untuk tahun anggaran 2021 diprioritaskan untuk dana kesehatan, dan untuk karyawan pabrik rokok melalui dana BLT (Bantuan Langsung Tunai) sebesar Rp 300.000 per orang per bulan yang diberikan sampai akhir Desember tahun 2021.
"Dana BLT tersebut dibagikan kepada 370 karyawan dari 41 perusahaan rokok yang ada di Kabupaten Sidoarjo, sedangkan keseluruhan perusahaan rokok yang ada di Kabupaten Sidoarjo berjumlah 51 Pabrik ," tuturnya.
Nara sumber dari Satpol PP Kabupaten Sidoarjo, Kardiyono menjelaskan soal tugasnya yg melakukan pengawasan termasuk penindakannya terhadap kegiatan usaha yang meliputi penjual/pedagang rokok asongan ataupun yang menetap di sebuah toko, Hasil pengawasan itu selanjutnya dilaporkan setiap bulan kepada Bupati Sidoarjo.
"Termasuk pula pengawasan di bidang perizinan yang antara lain NIB, SIUP, NPWP dan lain sebagainya untuk perusahaan berskala besar atau kecil," ungkapnya.
Narasumber dari Bea Cukai Juanda,,Tita Puspita, juga menjelaskan, bahwa pengertian cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang yang mempunyai karakteristik dan sifat tertentu yang sudah diatur dalam Undang-Undang. Misalnya, rokok, minuman keras, yang perlu diawasi sebab pemakaiannya berdampak negatif bagi masyarakat. Hasil pungutan cukai selanjutnya dilakukan bagi hasil antara pemerintah pusat dan daerah. Nilai bagi hasil ini sekitar 2% dari penerimaan cukai selama satu tahun bagi provinsi penghasil tembakau.
"Terlihat kecil, tapi ternyata Jumlahnya Rp 20 miliar yang pembagiannya sudah diatur 50% untuk kesejahteraan masyarakat di mana, 20% untuk penegakan hukum, dan sisanya untuk kesehatan," katanya.
Merokok sendiri, kata dia, bisa mengganggu kesehatan tapi ternyata bisa untuk membantu menaikkan fasilitas kesehatan. Jadi semua itu pilihan bagi masyarakat.
"Sebetulnya cukai itu dibebankan kepada user (pembeli rokok) tapi sistem pembayaran cukainya ditalangi dulu oleh perusahaan rokok masing-masing, tapi setelah dijual ke masyarakat, user (pembeli rokok/konsumen) yang membayar," menurutnya.
Tetapi, yang jadi masalah, adalah rokok ilegal, di mana pabrik rokok tersebut tidak membayar cukai atau memakai pita cukai palsu. "Karena itu, masalah ini sangat penting kita bahas. Rokok ilegal ini sendiri dibagi menjadi empat kelompok.
Yang pertama perusahaanya tidak mempunya izin atau produksinya tidak berizin, yang kedua tentang rokoknya sendiri, rokok tidak sesuai dengan kebutuhan cukai. Ada empat macam jenis rokok ilegal, yakni yang pertama dengan pita cukai palsu, kedua rokok pita cukai bekas, ketiga rokok dengan pita cukai berbeda, ini yang maksud, di pita cukai ada informasi keterangannya tentang jumlah batangnya, perusahaan yang produksi serta golongan berapanya ini semua ada di pita cukainya. Yang terakhir rokok polos, maksudnya rokok tanpa pita cukai, ini sanksinya juga pidana dengan hukuman minimal satu tahun," katanya.
Harapannya dengan kegiatan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan rokok ilegal ini, Tita Puspita berharap warga sekitar toko rokok berperan aktif memberi informasi bila ada rokok yang dijual dengan pita cukai polos atau palsu, atau salah peruntukan pita cukainya.
"Warga bisa menginfokan ke kantor Bea Cukai atau Satpol PP. Dengan adanya DBHCHT memang diwajibkan untuk melakukan sosialisasi seperti ini fungsinya untuk mengurangi peredaran rokok ilegal khususnya di Kabupaten Sidoarjo, juga seluruh Indonesia. Target tahun 2021 pelanggaran rokok ilegal sudah mendekati angka 6%, sedangkan dari ibu menteri targetnya 1 % , jadi makin kecil persentasinya, makin kecil pula adanya pelanggaran rokok ilegal," Pungkasnya. (JP)