WahanaNews-Depok | Masyarakat yang salat berjamaah, jangan heran jika saat salat saf-nya tak lagi berjarak. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu dikeluarkan menyusul pemerintah sudah mencabut berbagai aturan protokol Covid-19. Penegasan itu juga tertuang dalam, Bayan Dewan Pimpinan MUI tentang Fatwa MUI terkait Pelaksanaan Ibadah dalam Masa Pandemi.
Ketua MUI Kota Depok, Mahfud Anwar mengatakan, keputusan pemerintah mencabut ketetapan saf berjarak, telah melalui pengamatan situasi dan kondisi yang ada saat pandemi sekarang. “Saya setuju, karena keputusan MUI pusat ini telah melalui pengamatan yang tidak asal-asalan,”
Baca Juga:
Pebalap Depok Bikin Merah Mutih Berkibar di Mandalika
Menurut Mahfud, mau dijarakkan atau tidak, saf salat bukanlah salah satu dari penyebab pesebaran virus Covid-19. Mengingat, saf dalam salat memang sudah berjarak pada bagian depan dan belakang satu meter. Jika terdapat masyarakat yang tidak setuju dengan ketetapan yang baru ini, Mahfud tidak mempersalahkannya. “Ya itukan pendapat masing-masing saja,”
Walau Virus Korona masih ada, tetapi jenis dari virus itu tidak seganas seperti awal virus ini masuk ke Indonesia. “Insha allah, orang yang datang ke masjid itu orang yang sehat, jadi tidak akan menghawatirkan,”
Kendati setuju dengan ketetapan yang baru, Mahfud tetap berpesan kepada masyarakat untuk tetap taat pada protokol kesehatan (Prokes). “Tetap memakai masker dan mencuci tangan,”
Baca Juga:
Lebih Dekat dengan Lurah Pancoranmas, Mohammad Soleh: Dari Gowes, Sambangi Warga Bantaran Kali
Terpisah, virus Covid-19. mengaku, setuju dengan apa yang disampaikan Supeno. Menurutnya, saf salat yang tidak berjarak merupakan kesempurnaan ibadah dalam umat Islam. “Semoga dengan ketetapan ini makin banyak jamaah yang melaksanakan ibadah salat berjamaah di masjid,”
Seperti diketahui, MUI kembali memperbolehkan salat Jumat, salat Tarawih, dan salat Ied dengan saf rapat di masjid. Pertimbangannya, pemerintah sudah mencabut berbagai aturan protokol Covid-19. Pernyataan itu tertuang dalam Bayan Dewan Pimpinan MUI tentang Fatwa MUI terkait Pelaksanaan Ibadah dalam Masa Pandemi.
“Umat Islam wajib menyelenggarakan salat Jumat dan boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak, seperti jemaah salat lima waktu/rawatib, salat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim dengan tetap menjaga diri agar tidak terpapar Covid-19,” dikutip dari salinan Bayan MUI Nomor Kep-28/DP-MUI/III/2022.
MUI menyampaikan fatwa yang diterbitkan pada 2020 memang memperbolehkan umat Islam salat berjemaah di masjid dengan saf renggang. Kemudian, MUI memperbolehkan salat Jumat di rumah.
Pada bayan itu, MUI menjelaskan fatwa-fatwa tersebut dibuat dengan alasan hajah syar’iyyah. Menurut MUI, kondisi itu sudah tidak berlaku karena pemerintah sudah melonggarkan aturan di sejumlah sektor.
“Berdasarkan kebijakan Pemerintah, status hajah syariyyah yang menyebabkan adanya rukhshah sudah hilang,” tulis MUI, “Dengan demikian, pelaksanaan shalat jamaah dilaksanakan dengan kembali ke hukum asal (‘azimah), yaitu dengan merapatkan dan meluruskan saf (barisan).”
MUI juga mengimbau Muslim untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Muslim diminta memperbanyak ibadah, taubat, istigfar, zikir, selawat, sedekah, dan doa. Muslim pun diimbau menyiapkan diri secara lahir dan batin menyambut bulan Ramadan. MUI menyarankan umat Islam menjalankan syiar agama pada Ramadan.
“Pengajian dan aktivitas keagamaan lain yang biasa dilakukan di bulan Ramadan seperti salat Tarawih, tadarus Alquran, qiyamul lail, iftar jama’i dapat dilakukan dengan tetap disiplin menjaga kesehatan,”
Bayan tersebut terbit dan berlaku sejak sabtu (12/3). Surat tersebut ditandatangani Ketua MUI Asrorun Niam Sholeh dan Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan.
Perlu diketahui, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, siap mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Luhut menyatakan sedang menyiapkan beberapa hal.
”Cabut ya cabut saja,” kata Luhut ketika ditemui di Surabaya,
Saat ini, Luhut mengaku sedang menunggu keputusan para ahli. Keputusan ada atau tidaknya PPKM dipastikan berdasar jawaban ahli yang mumpuni sebagai dasar untuk membuat maupun mencabut kebijakan terkait pandemi.
”Kalau mau cabut ya cabut saja. Kita percaya ahli. Masa yang bukan ahli kita percayai,”
Sebelumnya, anggota DPR Muhammad Sarmuji mengusulkan agar PPKM jelang Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri dicabut. Pertimbangannya pemerintah sudah berhasil mengatasi pandemi Covid-19. Selain itu, agar umat muslim yang menjalankan ibadah puasa Ramadan bisa khusyuk dan tidak khawatir melanggar PPKM.
Sementara itu, Ketua Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya Ahmad Muhibbin Zuhri menyatakan, yang perlu ditangani secara bersama yakni kesehatan dan pemulihan ekonomi dampak pandemi. Untuk yang pertama, capain vaksinasi khususnya di Kota Surabaya sudah melampaui target nasional. Hal itu, ditopang kesadaran masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan (prokes) yang semakin tinggi.
”Warga juga sudah terbiasa menghadapi situasi seperti ini. Jadi sudah familiar apa yang harus dilaksanakan,”
Untuk pemulihan ekonomi, menurut dia, diperlukan aturan yang tidak kaku khususnya menjelang Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri. Apalagi kebutuhan pokok masyarakat meningkat.
”Kalau itu diterapkan PPKM bisa meningkatkan inflasi, daya beli masyarakat turun karena banyak pembatasan. Konsekuensi harga naik, sebaliknya pendapatan akan turun. Jadi itu situasi tidak ideal,”
(JU)