JABAR.WAHANANEWS.CO — Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengalokasikan anggaran lebih dari Rp33 miliar lebih untuk membiayai anggaran rumah tangga Gubernur, Wakil Gubernur Jabar dan Sekretaris Daerah Jabar sepanjang tahun anggaran 2025.
Hal itu disebut dana operasional rumah tangga yang dialokasikan terpisah dengan gaji, tunjangan, serta operasional Gubernur, Wagub dan Sekda Jabar.
Baca Juga:
Gratis Asuransi Tenaga-kerja di Kota Depok untuk Penduduk Ini: Daftar di Nomor 082126030038
Alokasi tersebut tercantum dalam Peraturan Gubernur Nomor 14 tahun 2025 tentang perubahan kelima atas Pergub Jabar Nomor 30 tahun 2025 mengenai penjabaran APBD 2025.
Informasi rinciannya, Gubernur Jawa Barat mendapat Rp14,044 M pertahun atau sekitar Rp1,2 M perbulan, lalu Wagub Rp9,7 M pertahun atau Rp800 juta perbulan dan Sekda Jabar Rp9,035 M pertahun atau Rp753 Juta perbulan.
Publik pun juga menyoroti anggaran rumah tangga Ketua DPRD Jawa Barat Buky Wibawa yang cukup fantastis yakni Rp2 Miliar pertahun atau sekitar Rp167 juta perbulan.
Baca Juga:
Begini Strategi PLN Tekan Emisi Karbon Tanpa Korbankan Finansial Perusahaan
Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Firman Manan mengungkapkan, anggaran rumah tangga ini merupakan dana operasional fasilitas rumah dinas yang otomatis diterima Gubernur, Wagub dan Sekda Jabar serta Ketua DPRD.
"Bila anggota DPRD mendapat tunjangan perumahan, Gubernur, Wagub, Sekda dan Ketua DPRD Jabar mendapat rumah jabatan yang seluruh kebutuhan biaya operasionalnya ditanggung APBD," kata Firman saat dihubungi, Jumat(12/9/2025).
Firman mengatakan, demi prinsip keadilan harus dilakukan evaluasi menyeluruh baik untuk kalangan eksekutif maupun legislatif.
"DPRD kan sudah menyatakan siap dievaluasi, nah evaluasi ini harus dilakukan menyeluruh terkait dengan fasilitas dan anggaran yang diberikan kepada pejabat publik ditingkat daerah demi prinsip keadlilan. Terlebih dalam UU Pemerintah Daerah disebutkan bahwa Pemerintah Daerah dalam hal ini gubernur dan perangkatnya, kemudian DPRD sebagai lembaga perwakilan itu kan adalah unsur pemerintahan daerah yang tak bisa dipisahkan," katanya.
Firman mengatakan prinsip pejabat publik dalam sistem demokrasi adalah soal akuntabilitas kepada publik yang harus tergambarkan dalam pertanggungjawaban penggunaan anggaran.
Dalam prinsip akuntabilitas itu, lanjut Firman, harus terukur rasionalitas dari tunjangan atau biaya operasional
bagi semua pejabat publik di level daerah, baik Gubernur, Wakil Gubernur, Sekda, Pimpinan DPRD atau anggota DPRD.
"Karena ini juga telah menjadi isu publik sehingga pejabat publik harus memiliki responsivitas harus mau dievaluasi dan kedepan harus dilihat juga bagaimana urgensinya, rasionalitas termasuk soal sensitifitas karena kita berhadapan dengan keluhan publik terkait kepantasan dan kelayakan," ujarnya.
"Harus ada evaluasi menyeluruh, karena publik mungkin juga penasaran berapa besaran tunjangan dan fasilitas yang didapat pejabat-pejabat di pemerintah daerah. Kalau DPRD sudah legowo ingin dievaluasi, tentu pejabat publik harus punya komitmen untuk merespon apa yang menjadi aspirasi publik," imbuhnya.
[Redaktur: Mega Puspita]