WahanaNews Jabar | Perempuan yang begitu besar jasanya dalam keluarga itu menjadi salah satu sumber cerita yang menarik untuk dikisahkan. Tak heran, jika banyak pengarang yang mengangkat sosok seorang ibu sebagai ide cerita.
Cerita dengan tema kasih sayang ibu juga ditulis Lisma Laurel dalam cerpen Kasih Sejuta Bunda. Cerpen yang dinobatkan sebagai Pemenang Pertama Lomba Menulis Cerpen Lintang 2019 ini berkisah tentang anak bernama Clara.
Baca Juga:
Edy Rahmayadi Kampanye Akbar di Labura: Fokus pada Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur
Dikisahkan bahwa, Clara baru saja kehilangan sang Ibu yang telah melahirkannya ke dunia. Ia harus terbiasa ke taman bermain tanpa Ibu. Sepeninggal Ibu, ia tinggal bersama Ayah yang sibuk dengan pekerjaannya. Jadi, wajar jika Clara selalu kangen dan rindu pada Ibu.
Suatu hari Clara sedih bukan main saat teman-temannya menertawakan kepangan rambutnya yang tebal sebelah. Clara sebal. Itu ulah Ayah yang tidak bisa mengepang rambut Clara dengan benar, sebagaimana Ibu biasa mengepang rambutnya. Untung ada ibu Lisa yang baik. Ibu Lisa bersedia mengepang rambut Clara agar tidak diejek lagi oleh teman-temannya. Lisa dan Clara juga berteman baik.
Mendengar cerita Clara, Ayah berjanji akan semakin dekat dengan anaknya. Ayah bersedia menjadi ibu bagi Clara. Menggendongnya, memeluknya, mengikat rambutnya, dan mencurahkan kasih sayang laiknya seorang ibu (hlm. 15).
Baca Juga:
Pj Wali Kota Madiun Resmikan Sekolah Terintegrasi untuk Peningkatan Kualitas Pendidikan
Selain Kasih Sejuta Bunda, buku ini juga memuat beberapa cerpen yang terpilih sebagai pemenang Lomba Menulis Cerita Anak Indiva. Kotak Ajaib Milik Juro karya Saptorini mengisahkan perjuangan seorang anak bernama Juro yang bekerja di sebuah Toserba milik Pak Yukio. Juro tak pernah lelah bekerja. Ia begitu bersemangat mengantarkan pesanan pada pelanggan. Sampai Etsu, temannya, kaget dan bertanya-tanya kenapa Juro bisa begitu bersemangat dan tak pernah mengeluh meskipun capek bekerja.
Juro bercerita pada Etsu bahwa, ia punya kotak ajaib yang membuatnya selalu semangat bekerja. Kotak itulah yang membuat Juro selalu bekerja dengan giat. Kotak tersebut merupakan kotak ajaib yang selalu memompa semangat Juro untuk bekerja dengan penuh semangat. Etsu penasaran, apa kira-kira isi kotak milik Juro?
Dalam cerpen ini, Saptorini begitu lihai memasukkan unsur ketegangan dalam cerita. Tak hanya Etsu yang dibuat penasaran tentang kotak ajaib milik Juro. Pembaca juga dibikin ingin segera tahu tentang kotak ajaib tersebut. Teka-teki kotak ajaib Juro berhasil terungkap saat Etsu nekat melihat isi kotak di kamar Juro. Saat Juro belum datang mengantarkan pesanan ke pelanggan. Apa isi kotak ajaib milik Juro yang berhasil ditemukan Etsu tersebut? (hlm. 26).
Cerita Sarabba Kakek Agung karya S. Gegge Mappangewa juga menarik untuk disimak. Gegge yang selama ini banyak menulis cerita anak dan remaja memasukkan unsur lokalitas dalam cerpennya. Gegge menceritakan tentang kegundahan seorang kakek yang tinggal sebatang kara di dalam kebun miliknya.
Banyak orang mengira bahwa kakek Agung jahat karena suka mengejar anak-anak di kampung. Padahal, kakek Agung hanya kangen pada anaknya yang dulu ikut pamannya ke Surabaya, karena dia tidak mampu membiayai pendidikan anaknya. Kakek Agung mengira anaknya sudah meninggal. Karena itu, dia selalu suka mengejar anak-anak kecil di sekitarnya dan memberi mereka Sarabba, minuman tradisional berisi campuran jahe dan gula jawa racikan kakek Agung (hlm. 109).
Cerita lain yang juga memasukkan unsur lokal berupa makanan tradisional dikisahkan Zurnila Emhar Ch dalam cerpen Palai Bada untuk Ayah. Cerita bermula dari kecemburuan Izza pada kakaknya yang selalu dipuji oleh ayah. Kakaknya yang juara kelas kerap mendapat sanjungan—yang menurutnya—terlalu berlebihan sehingga membuat dia cemburu.
Izza mengadu pada ibu kalau ayah selama ini hanya memuji kakaknya. Sementara ia tak pernah dipuji. Ibu berusaha meyakinkan Izza kalau dia juga bisa membuat ayah bangga dengan prestasi dan kreativitasnya. Karena sering membantu ibu di dapur, Izza tahu makanan apa yang kerap disajikan untuk keluarga.
Izza berinisitif untuk membuat Palai Bada (semacam pepes berisi ikan teri) seperti yang dibuat nenek saat mereka pulang kampung lebaran kemarin. Ibu setuju dan ayah pasti suka dengan masakan tersebut.
Benar kata ibu. Ayah ternyata memuji kemampuan Izza memasak Palai Bada. Izza jadi ingat kata-kata ibu, “Orang yang tidak juara kelas bukan berarti bodoh. Mungkin mereka akan juara di bidang lainnya.” (hlm. 74).
Buku setebal 144 halaman ini berisi 11 cerpen dengan berbagai tema menarik. Selain cerita-cerita di atas, masih banyak cerita lain yang mampu menggugah semangat dan menginspirasi pembaca. Seperti tentang bakti pada orangtua yang lazim dilakukan oleh seorang anak (Gara-Gara Kemarau), persahabatan antarteman di sekolah yang tak seharusnya menjadi renggang oleh permasalahan sepele (Seruit Persahabatan), bagaimana menghargai karya dan kreativitas teman (Pembatas Buku Gratis), tentang ikatan kasih sayang antara adik dan kakak (Nada yang Tak Biasa), dan cerita-cerita lainnya.
Buku kumpulan cerita ini ditulis oleh sejumlah penulis dengan latar belakang yang bermacam-macam. Dosen, pendidik, guru lest, ibu rumah tangga, bahkan ada yang masih duduk di bangku SMA.
Setiap cerita yang ditulis memiliki keunikan dan ciri khas masing-masing. Wajar jika para dewan juri lomba memilih kesebelas cerita sebagai unggulan untuk dibukukan dalam Kasih Sejuta Bunda. Dari segi tema, mayoritas penulis mengisahkan tentang persahabatan dan kasih sayang pada orang tua. Tema yang cukup sering diangkat dalam cerita-cerita pembentuk karakter anak.
Cerita-cerita dalam buku ini juga sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Pembaca bisa dengan mudah mengakrabi setiap karakter tokoh yang ditampilkan dalam setiap cerita. Ada yang pendiam, pemberani, penakut, bahkan tokoh yang usil (antagonis). Semua disajikan dengan menarik dan unik. (JP)