WahanaNews Jabar-Banten |
Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta, Teguh P. Nugroho meminta Pemprov DKI
Jakarta mengubah metode vaksinasi Covid-19 yang dilakukan saat ini
dari berbasis Jaki menjadi berbasis RT-RW (rukun tetangga-rukun warga).
Pasalnya, metode pendaftaran via aplikasi Jaki dan
serbuan vaksinasi tidak terlalu efektif untuk meningkatkan angka vaksinasi bagi
warga Jakarta sendiri.
Baca Juga:
Hak Masyarakat Tidak Terabaikan, Hasan Slamat: Perkuat Jaringan Pengawasan Terhadap Pelayanan Publik
"Memang pendekatan melalui metode pendaftaran
online dan metode serbuan vaksin terbukti efektif untuk mengejar angka
vaksinasi harian dan pencapaian target vaksin Jakarta yang ditetapkan oleh
pemerintah pusat, tetapi kedua metode ini tidak cukup efektif untuk meningkatkan
angka vaksinasi bagi warga Jakarta sendiri," ujar Teguh dalam
keterangannya, Senin (16/8/2021).
Akibatnya, kata Teguh, dari 9 juta warga yang sudah
divaksin dosis 1 di Jakarta, baru 5,3 juta warga ber-KTP DKI Jakarta.
Sementara 3,7 juta merupakan warga ber-KTP non-DKI
Jakarta. Artinya, masih ada sekitar 3,6 juta warga ber-KTP Jakarta yang harus
divaksin Covid-19 karena target sasaran vaksinasi untuk mencapai minimunherd
immunitydi Jakarta adalah 8,9 juta warga.
Baca Juga:
Ombudsman Gorontalo Kunjungi Lapas Pohuwato Pastikan Kualitas Layanan Publik di UPT Kemenkumham
"Jadi, kami mendorong agar metodenya sekarang
berbasis RT-RW. Ketua RT dan RW yang benar-benar melakukan pendataan secara
langsung untuk mengetahui warga yang bersedia divaksin tetapi belum mendapat
kesempatan, warga yang tidak dapat divaksin karena menderita komorbid, yang
tidak terkontrol atau penyebab lain sehingga yang bersangkutan tidak mungkin
divaksin," imbuh Teguh.
Selain itu, kata Teguh, metode pendekatan online via
Jaki dan serbuan vaksinasi menciptakan masalah lain, seperti ambiguitas data
dan capaian angka vaksinasi bagi wilayah aglomerasi dan menghadirkan pola
diskriminasi terhadap wilayah pemerintah daerah dan warga di wilayah
aglomerasi. Pasalnya, banyak warga daerah penyangga datang ke Jakarta untuk
divaksin karena akses mudah dan jumlah vaksinnya melimpah.
"Kalau berbasis RT-RW, maka pelaksanaan
vaksinasinya jauh lebih mudah dan mencegah ada klaster penularan seperti acara
serbuan vaksinasi, warga langsung datang ke faskes-faskes kesehatan di level RW
dan kelurahan seperti puskesmas, faskes BPJS, klinik 24 jam, bahkan bisa bekerja
sama dengan posyandu," tutur dia.
Kemudian, kata Teguh, metode pendaftaran via Jaki dan
serbuan vaksinasi membuat pekerjaan menjadi dua kali karena harus dilakukan
pemilahan data ulang termasuk data warga wilayah penyangga (Bodetabek) dari total
penerima vaksin di Jakarta.
Apalagi, lanjutnya, akses informasi yang tersentral
dari aplikasi Peduli Lindungi dan P-care tidak otomatis langsung terpilahby
namedanby addressyang bisa langsung digunakan oleh pemerintah
daerah, walau tiap orang yang divaksin sudah diminta nomor induk
kependudukannya.
"Sampai saat kami melakukan permintaan keterangan
kepada para Kadinkes se-Jabodebek tanggal 28 Juli 2021, diketahui semua daerah
penyangga belum mendapatkan data warga mereka yang mendapat vaksin di Jakarta,"
tandas dia.
Lebih lanjut, Teguh mengatakan, pihaknya mendorong
Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan pemerintah daerah penyangga Bodetabek
melakukan pembersihan data vaksinasi Covid-19 di Jakarta.
Dengan demikian, daerah penyangga seperti Kota Bogor,
Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Depok, Tangsel dan
Tangerang agar bisa mengetahui lebih detail warga mereka yang sudah mendapat
vaksin di Jakarta.
"Pembersihan data ini akan "merugikan" Jakarta dari
sisi angka pencapain dan menaikkan jumlah warga tervaksin di daerah penyangga,
tetapi sekali lagi, jumlah vaksin bukan bagian dari kontestasi daerah untuk
berlomba-lomba menaikkan kuantitas angka vaksinasi, namun yang terpenting
adalah tercapainyaherd immunitydi semua daerah aglomerasi," ungkap dia.
Teguh menuturkan, pihaknya juga mendorong Kementerian
Kesehatan agar mendistribusikan vaksin Covid-19 minimal secara merata untuk
daerah-daerah penyangga Jakarta. Hal ini untuk mencegah warga daerah penyangga
datang ke Jakarta melakukan vaksinasi Covid-19.
"Biarkan warga penyangga diurus oleh pemerintah
daerahnya masing-masing, sehingga mereka juga bisa membuat program vaksinasi
yang lebih mudah diakses seperti di puskesmas-puskesmas wilayah mereka karena
jumlah vaksinnya memadai dan tidak harus pergi ke Jakarta untuk mendapat
vaksin," pungkas Teguh. (Tio)