Jabar.WahanaNews.co - Para akademisi diingatkan bahwa suara rakyat adalah Suara Tuhan (Vox Populi Vox Dei), suara rakyat adalah kehendak Ilahi.
Baca Juga:
Kasus Plagiarisme, Sejumlah Akademisi Berakhir Gelarnya Dicabut
Karena itu, jangan karena jagoannya kalah dalam Pilpres, para akademisi mengkritik Pemerintah secara membabibuta.
“Sementara selama ini pemerintah menggunakan para akademisi dalam membangun negara ini, bahkan para akademisi yang pernah menjabat di pemerintahan baik sebagai menteri, dirjen maupun sebagai ahli tidak memiliki prestasi apapun namun setelah tidak di pemerintahan merasa paling benar dan paling hebat,” ujar akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Dr. iur. Liona Nanang Supriatna, dikutip Kamis (21/3/2024).
Pernyataan itu dikemukakan Liona menanggapi aksi sejumlah akademisi dari berbagai kampus di wilayah Jabodetabek. Dalam Seruan Salemba yang bertajuk “Universitas Memanggil” yang digelar di Kampus Universitas Indonesia (UI) Salemba, Jakarta, Kamis (14/3/2024), mereka menyerukan agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera menyelidiki dugaan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh eksekutif.
Baca Juga:
Menjaga Kamtibmas Jelang Pilkada 2024 di Mimika, Begini Kata Akademisi Suku Kamoro
Mantan Dekan Fakultas Hukum ini mengatakan, tugas utama seorang akademisi adalah mengkader calon-calon pemimpin bangsa di masa depan, mempersiapkan mahasiswa agar mereka siap pakai serta siap berkembang di masyarakat.
Jadi, bukan mendorong mahasiswa untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak ksatria untuk tidak menerima kenyataan dalam kehidupan termasuk dalam kehidupan berpolitik.
“Kekalahan Capres yang didukung para akademisi bukanlah hari kiamat bagi akademisi. Masih banyak tugas yang harus dilakukan agar perguruan tinggi di Indonesia tidak kalah dengan perguruan tinggi di luar negeri,” ujar Alumnus Justus Liebig University Giessen Jerman ini.
Dia mengatakan, kampus harus mampu mencetak kader-kader masa depan yang berbudi pekerti dan berkualitas, bukannya melahirkan kader yang pintar namun abai budi pekerti, karena kampus adalah tempat pusat kaderisasi peradaban manusia.
Karena itu, katanya, akademisi jangan mencemari mahasiswa dengan pemikiran-pemikiran negatif (negative thinking) namun harus menciptakan atmosfir demokrasi yang penuh optimisme berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Akademisi, tambahnya, memiliki peran sentral dan penting dalam kemajuan pendidikan serta pembangunan dalam masyarakat.
Seorang akademisi, katanya, tidak hanya bertugas mengajar di kampus, namun melakukan pengabdian serta penelitian untuk kepentingan masyarakat dan pengembangan ilmu pengetahuan, memberikan bimbingan akademik kepada mahasiswa.
“Karena itu akademisi juga harus memberikan contoh mengkritik pemerintah secara santun dengan mengajukan solusi. Juga harus melihat ada nilai positif yang sudah dicapai oleh pemerintah, tidak melulu menilai negatif dimata akademisi, jangan ingin menciptakan keadilan diatas ketidakadilan,” pungkas Liona.
[Redaktur: Mega Puspita]