WahanaNews-Jabar | KRT Tohom Purba Kuasa Hukum Japto Soerjosoemarno mengecam pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan Wanda Hamidah selama proses eksekusi kediaman keluarganya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Tohom menilai semua sudah sesuai prosedur hukum, dan ia memastikan pihaknya tidak melanggar peraturan dan menurutnya pihak Wanda tidak memiliki alas hak yang seimbang dengan kliennya.
Baca Juga:
Sugeng Riyanta, Menantang Badai Fitnah Ditengah Misi Kemaslahatan Ummat
"Saya ingatkan Wanda Hamidah untuk berhati-hati atas ucapannya. Pakar pertanahan, pihak walikota dan praktisi hukum lainnya sudah menjelaskan bahwa SIP bukanlah alas hak kepemilikan, sementara alas hak dari klien kami Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Jadi jelas alas haknya tidak seimbang," kata Tohom kepada WahanaNews.co, Minggu (23/10/22).
Dalam unggahannya, Wanda menyebut 2 KK yang sudah pindah dan mengosongkan rumahnya karena dipaksa dan diintimidasi, Jumat (14/10/22) minggu lalu.
Pada vidio berbeda di hari yang sama, Wanda menyebut pihaknya tidak khawatir untuk bertarung di pengadilan, karena mereka mempunyai alas bukti yang kuat untuk bertarung di pengadilan.
Baca Juga:
Terkait Pencemaran Nama Baik dan Fitnah, Febrica akan Laporkan V ke Polrestabes Medan
Wanda juga memperlihatkan area rumahnya yang sudah dipasang plang berwarna putih bertuliskan tanah milik Japto Soerjosoemarno beserta nomor hak guna bangunan (HGB) tanah. Ia menyebut penghuni yang pindah dikarenakan ada intimidasi dari pihak Japto.
Pernyataan lengkap Kuasa Hukum Japto
"Lahan itu hak milik Pak Japto Soerjosoemarno, itu berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang dikeluarkan BPN Jakarta. Buktinya sudah cukup kuat," tegas Tohom yang juga Sekretaris Pusat BPPH Pemuda Pancasila itu.
Terkait peristiwa yang disebut-sebut sebagai “tindakan kesewenang-wenangan” pengosongan kediaman Wanda Hamidah, kuasa hukum Japto Soelistjo Soerjosoemardjo, Tohom Purba menyampaikan klarifikasinya bahwa kliennya adalah pemegang SHGB Nomor 1000/Cikini dan 1001/Cikini dari lahan yang dihuni keluarga Wanda Hamidah.
“Kami merasa perlu menyampaikan klarifikasi, pelurusan, dan penjelasan agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi,” kata Tohom Purba, melalui keterangan tertulisnya, yang diterima redaksi, Sabtu (15/10/2022).
Tohom memaparkan, rumah yang ditempati keluarga Wanda Hamidah atas nama Hamid Husen tersebut berdiri di atas lahan milik pemerintah, yang SHGB-nya sudah tercatat atas nama Japto Soelistjo Soerjosoemarno sejak tahun 2012 lalu hingga 2032 mendatang.
“Hamid Husen mendalilkan menempati lahan tersebut berdasarkan SIP atau Surat Izin Penghunian atas nama Syech Abubakar, yang dikeluarkan Dinas Perumahan dan masa berlakunya sudah berakhir sejak 3 Februari 2009,” kata Tohom.
Dengan demikian, nama Hamid Husen tidak tercatat memiliki dasar atau riwayat perolehan atas “tindakan penghunian” yang dilakukannya.
Berkaca dari fakta-fakta dokumentatif tersebut, lanjut Tohom, maka penggunaan istilah “sewenang-wenang” pun jadi tidak tepat, karena sebetulnya keluarga Wanda Hamidah atas nama Hamid Husen itu sudah diberi kesempatan untuk menempati lahan tadi tanpa alas hak yang sah selama sekitar 13 tahun (2009-2022).
“Pemkot Jakarta Pusat, Pemprov DKI Jakarta, maupun Bapak Japto Soelistjo Soerjosoemarno sudah memberikan informasi, waktu, dan kesempatan yang cukup kepada Hamid Husen untuk melakukan pengosongan lahan berdasarkan inisiatif dan kesadarannya sendiri,” kata Tohom.
Antara lain sudah memberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Namun semuanya itu sama sekali tidak diindahkan oleh Hamid Husen.
Pemkot Jakarta Pusat pun, sambung Tohom, sudah melayangkan undangan Rapat Koordinasi sekaligus mediasi antara Hamid Husen dengan Japto Soelistjo Soerjosoemarno. Namun Hamid Husen atau perwakilannya tidak hadir memenuhi undangan tersebut.
“Maka, sebetulnya, seandainya Hamid Husen bisa menunjukkan alas haknya yang sah atas lahan yang dikuasainya tersebut, kami yakin tindakan pengosongan paksa itu pasti tidak akan pernah dilaksanakan,” kata Tohom.
Karena Hamid Husen tidak memiliki alas hak yang sah atas lahan yang dikuasainya tersebut, sebagaimana yang dimiliki oleh Japto, maka ini tidaklah termasuk dalam kategori “persengketaan” yang membutuhkan putusan pengadilan.
Tohom mengingatkan pada keluarga Wanda Hamidah untuk tidak melontarkan pernyataan-pernyataan berbau fitnah terhadap kliennya, baik melalui berbagai platform media sosial ataupun media massa, karena tindakan semacam demikian memiliki risiko dan konsekuensi hukum tersendiri.
“Ketimbang melakukan langkah-langkah yang sudah tidak relevan lagi dengan persoalan, sebaiknya pihak Hamid Husen mematuhi saja regulasi-regulasi yang berlaku, bila memang tidak memiliki bukti atas hak yang seimbang dengan yang dimiliki klien kami atas lahan tersebut,” demikian Tohom.[zbr]