WahanaNews Jabar-Banten | Sejak awal tahun 2021 hingga sekarang, sekitar 50 ribuan buruh telah kehilangan pekerjaan. Potensi ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dinilai akan semakin besar seiring dengan kebijakan pemerintah terkait penanganan pandemi Covid-19.
Baca Juga:
Ada Aksi 411, Polda Metro Terjunkan 3.790 Personel Pengamanan
Hal itu dikatakan presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam konferensi pers virtual, Senin (23/8/2021). Menurutnya industri yang terkena imbas PHK adalah tekstil, garmen, dan sepatu. Penyebabnya kata Iqbal, buyer di luar negeri (menurun).
Baca Juga:
Bulan Depan, Ribuan Buruh Akan Demo Tolak Kenaikan Harga BBM
Iqbal mencontohkan, untuk produksi sepatu seperti Nike, Adidas, Puma dengan orientasi ekspor terjadi penurunan kapasitas produksi karena permintaan menurun, sama halnya dengan industri tekstil seperti Uniqlo atau H&M. Menurutnya, di Bandung Barat buruh yang di-PHK hampir 7.100 orang dan di Cimahi hampir 4.000 orang.
Industri lain yang terkena PHK yaitu pabrik yang memproduksi komponen otomotif dengan orientasi ekspor. Selain Jepang yang masih memiliki kondisi pasar yang baik, kata dia, negara lain mengerem permintaan produk dari Indonesia.
"Katakanlah onderdil mobil atau jok mobil, karena orderan turun dan kapasitas produksi turun ya terdampak. Dan itu sudah di PHk masih ratusan buruh yang ter PHk di komponen otomotif. Karyawan kontrak dipecat. Masih ada pengangguran baru," ujarnya.
Sama halnya dengan industri keramik, farmasi, baja hingga pertambangan. Khusus di industri farmasi terjadi PHK karena adanya penurunan produksi obat non Covid-19.
"Saya nggak tahu itu apakah ada kebijakan principalnya, nanti kita dalami lagi. Industri baja juga mengalami penurunan, pertambangan juga menurun, batu bara dalam waktu dekat tidak akan naik. Kami sedang menghitung tapi dalam industri itu sudah tercatat bahwa terjadi penurunan jumlah karyawan," jelasnya.
Dia mengatakan, kunci utama untuk menghindari PHK yaitu tercapainya herd immunity. Pihaknya mendorong agar buruh dan perusahaan mengambil sikap.
"Kami belum mencatat ada investasi baru yang menyerap tenaga kerja, yang ada karyawan tetap dipecat dan direkrut baru. Seolah-olah itu penyerapan tenaga kerja baru," tandasnya. (JP)