WahanaNews Jabar-Banten | Pihak keluarga angkat bicara terkait dokter Andi Yuwardani Makmur yang meninggal setelah mendapat suntikan vaksin boosterdi Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Baca Juga:
Jokowi Imbau Masyarakat Segera Vaksinasi Covid-19 Dosis Pertama hingga Booster Kedua
Pada hari Senin (16/8) atau empat hari sebelum disuntik vaksinbooster, almarhumah disebut memang merasa kurang sehat. Tak disebut lebih lanjut detail kabar kurang sehat itu. Tapi Yuwardani sampai izin tidak masuk bekerja di RSUD Andi Sultan Daeng Radja atas kondisinya tersebut.
"Sebelum kejadian, Senin (16/8), almarhumah izin tidak ke rumah sakit karena lagi kurang sehat," kata adik kandung korban yang juga perwakilan keluarga, A Suswani, dilansir daridetikcom, Sabtu (28/8/2021).
Baca Juga:
Kemenkes Laporkan Vaksinasi Covid-19 Booster Pertama Capai 68.655.569 Dosis
Tiga hari berikutnya, Kamis (19/8), sang dokter sempat kembali masuk bekerja di rumah sakit. Dijelaskan pula bila Yuwardani cepat pulang daripada biasanya karena kembali merasa kurang benak badan.
"Sempat masuk Poli, tapi cepat pulang karena kurang enak badan," kata Suswani.
Kemudian pada keesokan harinya, Jumat (20/8), Yuwardani kembali masuk ke rumah sakit untuk vaksinbooster. Almarhumah disebut dua kali ditensi, tensi awal 187 mmHg kemudian almarhumah istirahat sejenak, dan ditensi kembali 176 mmHg.
Karena kondisi ini, Yuwardani sempat disarankan menunda vaksin sebab dia mengalami tekanan darah tinggi. Namun pada akhirnya almarhumah tetap memilih untuk divaksinbooster.
"Sepulang kantor di hari Jumat, sempat bertemu saudaranya dan mengabarkan kalau hari ini sudah vaksin," kata Yuwardani.
Kemudian pada keesokan harinya, Sabtu (21/8) pagi, almarhumah tetap beraktivitas dengan pergi ke rumah sakit di Jeneponto untuk Poli dan melayani 40 pasien pada hari itu.
"Sabtu malamnya sempat menyampaikan di grup saudara, kalau almarhumah tidak demam tapi perasaannya tidak enak. Tapi pesan-pesan almarhumah untuk kami saudaranya di Sabtu malam itu sangat banyak," ungkap Suswani.
Kemudian pada Minggu (22/8) pagi, almarhumah sempat ditanya kondisinya dan dia merasa baik. Almarhumah kemudian melanjutkan aktivitas mencuci baju sambil berbincang dengan ibunya. Saat itulah sang dokter tiba-tiba pingsan hingga dinyatakan meninggal.
Terkait tensi darah tinggi, Suswani menyebut almarhumah memang memiliki penyakit penyerta (komorbid) berupa hipertensi.
"Almarhumah memang ada komorbid, sejak dulu tensi selalu di atas 140 mmHg," katanya.
Atas peristiwa tersebut, Suswani mengaku pihak keluarganya ikhlas atas peristiwa yang terjadi. Keluarga percaya ini takdir Tuhan yang maha kuasa.
"Kami Pihak Keluarga telah mengikhlaskan kepergian Almarhumah dan menerima itu sebagai takdir dari Allah SWT," katanya.
Selain itu, pihak keluarga juga mengaku menghargai perhatian masyarakat luas atas peristiwa ini.
"Kami memahami bahwa Almarhumah sudah menjadi milik masyarakat karena berprofesi sebagai pelayan masyarakat," ucap Suswani.
Suswani juga mengaku akan memberikan segala bentuk informasi yang diperlukan tim investigasi yang tengah menyelidiki peristiwa tersebut. Kemudian dia juga berharap berita yang muncul tak memicu polemik. (JP)