Jabar.WahanaNews.co | Reaksi keras ditunjukan jajaran Polda Jawa Barat ketika seorang pedemo dari ormas Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) nekat memanjat dan menunggangi patung Maung Lodaya, saat demo berujung ricuh di markas Polda Jabar Jalan Soekarno Hatta Bandung, Kamis (27/1/2022).
Dalam hitungan jam, pria yang menaiki patung Maung Lodaya itu langsung diciduk polisi.
Baca Juga:
2 Pelaku Sindikat Judi Online Asal Kamboja Diringkus Polda Jabar
"Tindakan yang tidak etis. Bukan mau mengagungkan patung, tapi itu adalah simbol yang menjadi spirit jajaran kepolisian di Jawa Barat," kata Anton Charliyan.
Mantan Kapolda Jabar yang juga tokoh masyarakat Sunda memaparkan filosofi atau makna di balik simbol Maung Lodaya atau macang kumbang (Panther) tersebut.
"Itu tidak terlepas dari sejarah legenda Prabu Lingga Buana atau Langlang Buana di tahun 1357 Masehi," kata Abah Anton, demikian sapaan akrabnya.
Baca Juga:
Kasus Kematian Vina-Eki Cirebon: Komnas HAM Rekomendasi Polri Evaluasi Polda Jabar-Polres
Lingga Buana sang Prabu Siliwangi Pertama
Prabu Lingga Buana merupakan salah satu raja Kerajaan Sunda yang gugur di perang Bubat. Sebagai seorang ksatria Tanah Sunda yang gugur karena membela kehormatan dan harga dirinya.
"Dia adalah Prabu Siliwangi pertama karena sebelumnya tidak pernah ada kisah tentang raja berjuluk Silih Wangi," kata Anton.
Dia mengatakan, gugurnya Prabu Lingga Buana itu, menuai simpati dan penghargaan dari raja-raja di Nusantara, sehingga dijuluki Prabu Wangi.
"Dia dijuluki Prabu Wangi karena gugur saat mempertahankan harga diri dan kehormatan di medan laga. Julukan itu diberikan oleh raja-raja di Nusantara seperti Sriwijaya, Kutai dan lainnya," kata Anton.
Meski pun gugur di Perang Bubat, namun Anton mengatakan pasukan Prabu Lingga Buana yang hanya terdiri satu pleton atau sekitar 60 orang, bisa membunuh sekitar 2.000 pasukan Majapahit.
Itu karena mereka merupakan pasukan khusus Pajajaran yang disebut pasukan Bela Mati.
"Hebat luar biasa. Pasukan Bela Mati Pajajaran berjumlah kurang dari 70 orang tapi bisa membunuh 2.000 orang. Keterangan itu ada di di pupuh Sundayana," kata Anton.
Kaitan dengan Prabu Siliwangi yang disimbolkan sebagai maung atau harimau belang, Anton menjelaskan keduanya merupakan sosok yang sama.
"Langlang Buana maung hideung dan Siliwangi maung belang, itu adalah dua nama satu jiwa. Eta-eta keneh. Makanya TNI dan Polri di Jawa Barat itu tidak boleh pecah karena keduanya merupakan satu kesatuan," kata Anton.
Anton juga menjelaskan sejarah lambang Maung Lodaya pasca kemerdekaan. Sejarah atau filosofinya bermula dari upaya penumpasan pemberontakan DI/TII di Jawa Barat.
Salah satu komponen pasukan Siliwangi yang menumpas DI/TII itu adalah Resimen Pelopor Sukapura. Pasukan ini yang ikut bergerilya di pegunungan Priangan Timur untuk menumpas pemberontak.
"Resimen ini dipimpin oleh KS Tubun dan Yus Rusady Wirahaditenaya Komandan Batalyon 33 Pelopor Resimen Sukapura Divisi III Siliwangi. Resimen pelopor ini yang kemudian menjadi cikal bakal Brimob Polri," kata Anton.
Warna hitam Maung Lodaya juga menjadi alat kamuflase saat beraksi. "Warna hitam itu, aya na di euweuh, euweuh na di aya (ada seperti tiada, tiada padahal ada)," kata Anton.Lambang Maung Lodaya jadi spirit Resimen Pelopor saat bertugas. Karakter Maung Lodaya memiliki kecepatan dalam memburu mangsanya. "Kemana pun akan dikejar, naik pohon dikejar, masuk air dikejar. Jadi Maung Lodaya ini jadi pemburu paling ganas," kata Anton.
Maung Lodaya Bersanding dengan Maung Siliwangi TNI
Berangkat dari filosofi dan sejarah itulah pada akhirnya Maung Lodaya menjadi simbol polisi di Jawa Barat, bersanding dengan Maung Siliwangi yang menjadi simbol tentara di Jawa Barat.
"Jadi TNI dan Polri di Jawa Barat itu tidak bisa dipisahkan, karena lahir dari sejarah yang sama. Maung Lodaya dan Maung Siliwangi selamanya akan berdampingan karena dua nama satu jiwa," kata Anton.
Selain itu lambang Kujang yang melengkapi simbol Maung Lodaya dan Maung Siliwangi, menurut Anton bukan sembarang simbol. "Kujang itu bermakna kukuh kana jangji (teguh erat memegang janji). Jadi seorang polisi itu harus setia pada Tri Brata," kata Anton.
Polda Jawa Barat sendiri merupakan satu-satunya institusi polisi yang memiliki simbol macan kumbang atau Maung Lodaya di Indonesia. Sehingga tak heran jika ketika simbolnya dilecehkan polisi di Jawa Barat bereaksi keras.
"Ya memang wajar kalau adik-adik saya di kepolisian bereaksi keras. Namun jauh dari pada itu, tentu anggota Polri di Jawa Barat, harus lebih fokus kepada mengaplikasikan atau mengejawantahkan, nilai dan spirit Maung Lodaya dalam menjalankan tugas dan pengabdiannya," pungkas Anton.[gab]