WahanaNews-BOGOR | Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kabupaten Bogor, memutuskan untuk menaikkan tarif angkutan umum, menyusul naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Sekjen Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Organda Kabupaten Bogor, Haryandi mengatakan, kebijakan tersebut terpaksa dilakukan. Karena, meski harga BBM telah resmi naik, pada Sabtu (3/9/2022) lalu, pemerintah belum juga memutuskan kenaikan tarif resmi untuk angkutan umum.
Baca Juga:
Kritik Pendemo BBM, Moeldoko: Kalian Memperjuangkan Orang Kaya!
“Kami dengan beberapa pertimbangan, di samping pelayanan kepada masyarakat tidak boleh berhenti atas kebutuhan angkutan umum dan harus kondusif. Sehingga kami memutuskan menaikkan tarif meskipun dengan kondisi terpaksa,” kata Haryadi kepada awak media, kemarin.
Dalam kebijakan itu, Organda memutuskan tarif jarak dekat naik sebesar Rp 1.000, jarak sedang naik Rp 1.500 dan tarif jarak jauh naik Rp 2.000. Sementara, untuk tarif pelajar disesuaikan.
Kenaikan tarif tersebut berlaku, baik bagi Angkutan Perkotaan lokal Kabupaten Bogor maupun antarkota dalam provinsi (AKDP) di wilayah Kabupaten Bogor. Penyesuaian tarif itu, lanjut Haryandi, berlaku di sekitar 30 trayek angkutan umum yang ada di Kabupaten Bogor.
Baca Juga:
Netizen Sebut Pertalite Lebih Boros Usai Naik Harga, Pertamina: Cuma Persepsi Mereka
“Seketika itu juga kita bangun komunikasi di lapangan agar tidak ada gap waktu sehingga kebingungan dan akhirnya mengambil kebijakan kenaikan harga yang tidak realistis seperti yang kita arahkan,” jelasnya.
Sebelumnya, pemerintah resmi menaikkan harga BBM, pada hari Sabtu (3/9/2022) pukul 14.30 WIB. Pengumuman itu langsung dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam kenaikan tersebut, pemerintah memutuskan harga subsidi dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per-liter. Lalu, Pertalite dari Rp 7.650 menjari Rp 10.000 per-liter. Sementara Pertamax non subsidi dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per-liter.
Dalam keterangan resminya, Jokowi menjelaskan, kenaikan tersebut tak lepas daripada anggaran subsidi pemerintah yang sudah meningkat tiga kali lipat dari Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun dan akan meningkat terus.
Namun, pada kenyataan yang ada, tambah Jokowi, lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu, yaitu pemilik mobil pribadi.
“Mestinya uang pemerintah itu diberikan untuk subsidi bagi masyarakat kurang mampu. Subsidi harus menguntungkan masyarakat kurang mampu,” tandas Jokowi. [rsy]