WahanaNews-CIREBON | Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Cirebon, menyatakan sejauh ini ada 250 orang telah diperiksa. Jumlah tersebut melibatkan 73 desa terkait kasus dugaan korupsi pajak Dana Desa (DD) di Kabupaten Cirebon.
Perhitungan awal kerugian negara atas kasus ini pun, mencapai Rp 2,8 miliar.
Baca Juga:
Biadab! Seorang Tukang Cilok Tega Cabuli Adik Ipar Sendiri Sampai 4 Kali
Kepala Kejari Kabupaten Cirebon, Hutamrin menjelaskan, dugaan korupsi pajak DD dilakukan oleh oknum Tim Pendamping Desa (TPD). Dimana, ada 73 desa yang melakukan pembayaran pajak melalui tim TPD ini.
Ada dua TPD yang diduga terlibat. Yakni ada yang menjadi koordinator, ada tim pengubah billing, kemudian ada lagi tim yang mengubah resi pembayaran pajak.
Jadi, sambung Hutamrin, ada resi yang dibayarkan Rp 2.000 kemudian diubah menjadi Rp 3 juta atau Rp 6 juta sesuai dengan pajak yang dibayarkan oleh masing-masing desa.
Baca Juga:
Nahas! Dua Kurir Paket Tewas Akibat Tertemper Kereta Api di Cirebon
"Padahal yang disetorkan hanya Rp 2.000, Rp 3.000 atau Rp 5.000. Dari 73 desa itu baru diketemukan indikasi awal, atau perhitungan awal kerugian negara sebanyak Rp 2,8 miliar. Mudah-mudahan hanya ini yang tidak terbayarkan oleh oknum-oknum TPD," kata Hutamrin di Kantor Kejari tersebut, kemarin.
Menurutnya, untuk penentuan tersangka dari dugaan kasus korupsi pajak DD ini, kata dia, masih dalam proses penyidikan dan nanti akan ditentukan para tersangkanya.
"Yang sudah diperiksa sebanyak 250 orang, statusnya masih sebagai yang diperiksa. Nanti hasil ekspose tim penyidik akan menyimpulkan hasil pemeriksaannya kemudian akan menentukan siapa tersangkanya," ungkapnya.
Karena, lanjut Hutamrin, dalam proses penyidikan itulah dapat ditemukan titik terang siapa yang bertanggungjawab. Ada tim pengepul, ada tim pengubah billing dan ada tim pengubah resi.
Adapun modus TPD yang dilakukan, lanjut Hutamrin, yakni misalnya ada pajak DD dari desa tertentu sebesar Rp 7 juta, kemudian oknum TPD ini menawarkan pembayaran dengan iming-iming cashback 10 persen dari pajak tersebut.
Kemudian, pegawai atau perangkat desa yang bersangkutan menitipkan uang pajak DD tersebut ke oknum TPD tadi.
"Setelah uang diterima, misalkan Rp 7 juta, diubah e-billingnya menjadi Rp 2 ribu. Setelah dibayarkan di kantor pajak maka timbul lah resi. Resi tersebut secara manual diubah menjadi Rp 7 juta lagi. Lalu resi tersebut diberikan kepada pihak desa," ujarnya.
Ia pun menjelaskan kasus dugaan korupsi ini masuk ke pihaknya pada Januari 2022 lalu. Adapun terungkapnya kasus ini, karena setiap pembayaran pajak pasti terdaftar di Direktorat Pajak.
"Keterlibatan semuanya akan terungkap dalam proses penyidikan," tegas Hutamrin.
Mengenai siapa saja tersangka dalam kasus dugaan korupsi pajak DD ini, Hutamrin belum bisa menyampaikannya. Hanya saja, ia memastikan tersangkanya lebih dari satu orang. Dan penentuan tersangka, pihaknya mengacu pada data dan fakta lapangan yang dilakukan pihak penyidik.
"Korupsi tidak bisa berjalan sendiri, pasti ada andil dari masing-masing pihak. Kami akan menentukan siapa tersangkanya berdasarkan data dan fakta di lapangan," pungkasnya. [tsy]