WahanaNews Jabar-Banten | Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) kembali mengeluarkan peringatan bahwaIvermectinbukan obat untuk terapi Covid-19. CDC menemukan kejadian keracunan karena Ivermectin di Amerika Serikat (AS) saat ini meningkat lima kali lipat dibandingkan sebelum pandemi.
Baca Juga:
Pencemaran Nama Baik, Moeldoko Resmi Polisikan 2 Anggota ICW
Ivermectin normalnya digunakan sebagai obat antiparasit, baik pada manusia maupun hewan. Hanya saja semenjak pandemi orang-orang mulai sembarangan memakai Ivermectin untuk Covid-19 karena informasi yang keliru.
Data menunjukkan sebelum pandemi rata-rata hanya 3.600 dosis obat Ivermectin yang diresepkan untuk manusia di AS per minggu. Angka tersebut kemudian meningkat jadi lebih dari 88.000 dosis Ivermectin per minggu pada 13 Agustus 2021.
Baca Juga:
Siang Ini, Moeldoko Laporkan Peneliti ICW ke Bareskrim
Dampaknya kasus keracunan karena overdosis Ivermectin meningkat drastis.CDCmenyebut kasus orang yang harus dirawat gara-gara overdosis pemakaian Ivermectin sampai memicu gangguan jiwa.
"Pasien dewasa datang dengan kondisi mental setelah mengonsumsi tablet Ivermectin yang kekuatannya tidak jelas, dibeli lewat internet. Ia dilaporkan mengonsumsi lima tablet sehari untuk mengobati Covid-19. Pasien mengalami disorientasi, kesulitan menjawab pertanyaan, dan kesulitan mengikuti instruksi. Gejala membaik setelah pemakaian Ivermectin dihentikan," tulis CDC dalam keterangannya dan dikutip pada Sabtu (28/8/2021).
CDC menekankan Ivermectin sampai saat ini tidak pernah mendapat izin sebagaiobat Covid-19. Studi-studi terbaru melihat bukti yang minim Ivermectin dapat membantu pasien Covid-19.
Ivermectin diketahui dapat menimbulkan efek samping gangguan pencernaan. Bila sampai overdosis, gejalanya mulai dari hipotensi, penurunan kesadaran, kebingungan, halusinasi, kejang-kejang, koma, hingga kematian."Waspada, Ivermectin sama sekali belum terbukti sebagai terapi Covid-19," tulis CDC. (JP)