WahanaNews-BANDUNG | Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja menghadirkan lima Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, sebagai saksi untuk terdakwa Bupati nonaktif, Ade Yasin pada perkara dugaan suap auditor BPKP RI Provinsi Jawa Barat, Rabu (3/8/2022) malam.
Hasilnya, saksi-saksi yang dihadirkan Jaksa Lembaga rasuah malah meringankan terdakwa Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin.
Baca Juga:
Berkat Transparansi Keuangan, Sajiwa Foundation Raih Predikat WTP Berturut-turut
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor, Burhanudin mementahkan tudingan keterlibatan Ade Yasin dalam dugaan suap untuk memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
“Secara khusus tidak ada (permintaan dari bupati). Misalnya saya dipanggil empat mata di ruangannya, tidak,” ungkapnya.
Burhanudin menyebutkan, Ade Yasin hanya meminta anak buahnya untuk mempertahankan predikat WTP ketika rapat koordinasi evaluasi program dan serapan anggaran di awal tahun.
Baca Juga:
LKPP Raih WTP Kedelapan Kali, Pemerintah Konsisten Wujudkan Akuntabilitas Pengelolaan APBN
“Seperti di beberapa kegiatan (rapat koordinasi) disampaikan. Mau WTP atau WDP (wajar dengan pengecualian) kalau ada temuan dalam LHP (laporan hasil pemeriksaan) tetap harus ditindaklanjuti,” ujar Burhan.
Saksi lainnya, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Teuku Mulya, menerangkan bahwa tanpa ada permintaan Ade Yasin, opini WTP adalah target, karena merupakan indeks kinerja utama (IKU) dan tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) dari BPKAD.
“Instruksi Bupati untuk WTP itu memang sudah tertuang di RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah), Ibu Bupati setiap kesempatan pasti mengingatkan BPKAD mampu mempertahankan WTP, karena itu tertuang dalam RPJMD kita,” ujarnya.
Mulya menyebutkan, bahwa ia pun baru mengetahui mengenai adanya pemberian sejumlah uang dari terdakwa Ihsan Ayatullah Kasubid Kasda BPKAD kepada BPKP RI Provinsi Jabar.
“Saya waktu dipanggil penyidik KPK dengan ketidaktahuan apa-apa, oh ternyata ada pemberian sejumlah uang untuk BPK. Tidak tahu (uangnya dari siapa),” kata Teuku Mulya.
Sementara sebelumnya, pengakuan saksi Andri Hadian, Sekretaris BPKAD yang menggambarkan dugaan keterlibatan Ade Yasin berhasil dipatahkan oleh selembar kertas dari kuasa hukum Ade Yasin.
Empat orang lain tersebut, yaitu terdakwa Ade Yasin, terdakwa Ihsan Ayatullah Kepala Sub Bidang Kas Daerah, Ruli Fathurahman Kasubbag Penatausahaan Keuangan Sekretariat Daerah (Setda), dan Ferry Syafari pejabat fungsional di BPKAD.
“Saya diajak Pak Ihsan bertemu dengan Bu Ade, memperkenalkan Pak Ferry sebagai Kepala Sub Bidang baru. Pak Ihsan akan menyampaikan bahwa kondisi keuangan tidak bagus,” kata Andri saat memberi kesaksian sesuai Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Kuasa hukum Ade Yasin, Dinalara Dermawaty Butar Butar membantah keterangan tersebut dengan Surat Keputusan (SK) pengangkatan Ferry sebagai pejabat fungsional di BPKAD tertanggal 2 Juni 2021.
Bukti tersebut dianggap Dinalara membantah tuduhan adanya pengkondisian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2020, karena pemberian opini WTP oleh BPK Perwakilan RI Provinsi Jawa Barat kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor berlangsung, pada 21 Mei 2021. Menandakan pemeriksaan sudah selesai sejak Mei 2021.
Andri lantas tak bisa memberikan keterangan lebih lanjut, setelah adanya bantahan dari kuasa hukum Ade Yasin. Ia bahkan sering kali menyebutkan tidak tahu di persidangan, saat kuasa hukum melontarkan sejumlah pertanyaan.
Reaksi Andri pun membuat Ketua Majelis Hakim, Hera Kartiningsih kesal, karena banyak mengaku tidak tahu, meski yang ditanyakan seputar tugasnya sebagai pegawai di BPKAD. “Saksi ini yang jelas, tahu apa tidak sih,” kata Hera saat mendengarkan keterangan Andri.
Ade Yasin didakwa oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi memberi uang suap Rp 1,9 miliar untuk meraih predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Jaksa KPK, Budiman Abdul Karib, mengatakan uang suap itu diberikan kepada empat pegawai BPKP RI Provinsi Jabar yang juga telah menjadi tersangka pada perkara tersebut.
“Sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberikan uang yang seluruhnya berjumlah Rp 1.935.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara,” tambah Budiman. (tsy)