WahanaNews Jabar-Banten | Ancaman perubahan iklim diperkirakan sangat berbahaya bagi seluruh umat manusia. Bahkan, beberapa tokoh umat Kristiani dunia menyerukan kepada masyarakat dunia untuk bersatu dalam menghadapi ancaman ini. Seruan itu disampaikan melalui sebuah deklarasi bersama.
Deklarasi yang dimotori Pemimpin Gereja Katolik Roma, Paus Fransiskus, pemimpin spiritual gereja Ortodoks, Patriark Ekumenis Bartholomew, dan uskup agung Anglikan, Justin Welby itu menyebutkan bahwa masyarakat dunia harus mulai mendengarkan tangisan Bumi dan orang-orang miskin.
Baca Juga:
BMKG Kalsel Intensifkan Edukasi Masyarakat Terkait Peningkatan Suhu Signifikan Lima Dekade Terakhir
"Ini adalah momen kritis. Masa depan anak-anak kita dan masa depan rumah kita bersama bergantung padanya," ujar deklarasi bersama ini dikutip dari Guardians, Kamis (09/09/2021).
Mereka juga meminta agar seluruh masyarakat mulai peduli dengan kondisi dan situasi dunia saat ini dengan lebih bertanggung jawab atas kegiatan yang mereka lakukan. Maka itu, ketiga tokoh Kristiani ini memohon agar masyarakat mau berkorban demi masa depan dunia.
"Dunia sudah menyaksikan konsekuensi dari penolakan kita untuk melindungi dan melestarikan. Sekarang, pada saat ini, kita memiliki kesempatan untuk bertobat, berbalik dalam tekad, menuju ke arah yang berlawanan. Kita harus mengejar kemurahan hati dan keadilan dalam cara kita hidup, bekerja dan menggunakan uang, bukan keuntungan egois."
Baca Juga:
Buka Indonesia International Sustainability Forum 2024, Presiden Jokowi Sampaikan Strategi Penanganan Perubahan Iklim
Sebelumnya gema perubahan iklim sudah mulai disampaikan oleh beberapa tokoh dunia. Terbaru, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyebut bahwa dunia saat ini sedang dalam kondisi yang sangat parah. Ini disampaikan kepada para korban Badai Ida di New York.
"Bencana-bencana ini tidak akan berhenti. Mereka hanya akan datang dengan frekuensi dan keganasan yang lebih banyak," ujar presiden asal Delaware itu pada Rabu (8/9/2021).
"Kita harus mendengarkan para ilmuwan dan ekonom dan pakar keamanan nasional. Mereka semua memberi tahu kita ini kode merah."